JAKARTA - Kebijakan pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) merilis rekomendasi 200 dai yang layak diundang berceramah, mendapat kritikan dari banyak pihak, termasuk dari anggota DPR RI yang juga mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Saleh Partaonan Daulay. Dikutip dari republika.co.id, Saleh menilai Kemenag terlalu berlebihan. Walau dengan cara yang agak samar, kata Saleh, keluarnya rekomendasi ini dapat dikatakan sebagai intervensi pemerintah kepada wilayah privat.

''Pemerintah di negara demokrasi tidak semestinya melakukan hal itu. Tugas pemerintah adalah menyiapkan kebutuhan dasar masyarakat seperti sandang, pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Kalau yang berkaitan dengan keyakinan keagamaan, sudah semestinya dikembalikan kepada masyarakat itu sendiri,’’ kata wakil Sekjen PAN itu, kepada Republika. co.id, Ahad (20/5).

Menurut Saleh, di dalam sebuah negara demokrasi pemerintah hanya bertugas menyiapkan fasiltas seperti rumah ibadah dan regulasi yang mengatur hubungan antar dan intra umat beragama.

Dengan merekomendasikan 200 nama tersebut, dikhawatirkan akan berpotensi menimbulkan ketegangan di umat Islam.

''Bisa saja ada kelompok masyarakat yang menyalahkan kelompok lain karena mengundang penceramah di luar yang direkomendasikan itu. Atau ada yang merasa terabaikan karena tidak dimasukkan di dalam daftar tersebut,'' ujarnya.

Lebih lanjut Saleh menyatakan, yang lebih berbahaya jika daftar nama itu dijadikan rujukan untuk membungkam ulama dan penceramah yang selama ini dinilai kritis. Padahal, penceramah dan ulama kritis juga menyampaikan kebenaran untuk perbaikan. 

''Ingat fakta telah membuktikan, saat daftar nama ini tidak ada saja pun, ada kejadian penolakan penceramah, bagaimana nanti kalau sudah ada seperti ini?'' ujarnya.

Untuk itu Saleh berharap agar Kementerian Agama kembali melaksanakan tugas pokoknya sebagai fasilitator pelaksanaan keyakinan dan kepercayaan umat beragama. Kementerian agama tidak boleh merubah fungsinya sebagai satu-satunya penafsir dan sumber kebenaran.

''Pelaksanaan agama sudah semestinya dikembalikan kepada masing-masing umat beragama. Ini harus dilakukan secara bebas sesuai dengan ketentuan konstitusi dan aturan perundangan yang berlaku,'' tegasnya.***