SURABAYA - Jumlah korban tewas akibat peledakan bom di sejumlah gereja di Kota Surabaya, Jawa Timur, Ahad lalu, kembali bertambah, setelah Giri Catur Sungkowo (47), menghembuskan nafas terakhir di RSU dr Soetomo, Jumat (18/5). Dikutip dari merdeka.com, Giri Catur merupakan petugas keamanan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) di Jalan Arjuno yang menderita luka bakar 80 persen karena ledakan bom ketika mencoba menghalau teroris masuk ke gereja tersebut.

Marvel Putra Hasinta Casa (20), anak Giri Catur mengungkapkan tak punya firasat sedikitpun akan ditinggal oleh ayaknya untuk selama-lamanya. Namun, kata Marvel, menurut penuturan ibunya, ayahnya sempat memeluk saat dirinya masih tidur.

''Tidak ada firasat sama sekali, kata mama waktu saya tidur pas mau berangkat kerja sempat meluk saya,'' ujar Marvel, Sabtu (19/5).

Marvel mengaku baru mengetahui ayahnya menjadi salah satu korban bom bunuh diri saat orang-orang perwakilan Gereja GPPS Arjuno datang ke rumahnya di Jalan Pulosari III M no 3 Surabaya untuk menyampaikan kabar itu.

''Orang gereja datang terus tanya ayah di mana. Mama bilang belum pulang, ditelepon nggak dijawab, terus orang gereja bilang kalau ayah belum ketemu, saya langsung bangun, mandi cari ayah ke gereja,'' kata Marvel.

Di mata Marvel ayahnya merupakan sosok yang penyabar dan baik. Bahkan ada satu kebiasaan yang akan sulit dia lupakan yakni kebiasaan makan bersama sang ayah.

''Kami biasanya kalau pas makan sering disuapin mama, jadi saya sama ayah disuapin mama,'' ujar Marvel.

Pada kesempatan yang sama, Eko Raharjo kakak Giri Catur mengatakan, almarhum sebelum kejadian sudah berpamitan kepada teman-temannya. ''Wis yo pisah yo (sudah ya pisah ya) bilang ke teman-temannya ,'' ujar Eko menirukan ucapan adiknya.

Sama seperti Marvel, Eko mengaku tidak mempunyai firasat apapun. Dia pun mengaku hingga saat ini dirinya belum ikhlas ditinggal adiknya. Namun berusaha ikhlas karena melihat organ tubuh adiknya.

''Saya sebetulnya nggak ikhlas, lihat organ tubuhnya jadi nggak berfungsi, 95 persen luka bakar,'' ujar Eko.

Dia bercerita pertemuan terakhir dengan Giri sebelum kejadian adalah saat pergi ke Nganjuk. ''Terakhir minggu lalu pergi ke Nganjuk jenguk saudara, pas pengeboman nggak nyangka, pertamanya dikira gereja depan tempat kerja adik saya, nggak nyangka,'' tuturnya.

Menurut keluarga Giri, pria yang sudah bekerja selama 25 tahun di GPPS Arjuno tersebut merupakan sosok pendiam dan baik. ''Saya percaya adik saya mati syahid, soalnya pas lagi kerja, apalagi pas menghalau teroris,'' katanya.***