JAKARTA - Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) meminta pemerintah bersungguh-sungguh mengatasi kesenjangan sosial dengan mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran.

Dikutip dari republika.co.id, Ketua Umum Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan kesenjangan sosial bagaikan gunung es, banyak masalah yang dapat terjadi jika hal ini masih terjadi.

''Kesenjangan sosial ini harus dipecahkan, karena hal tersebut dapat menimbulkan banyak hal seperti ekstremisme, radikalisme dan lainnya,'' kata dia.

NU dan Muhammadiyah juga mendesak pemerintah melakukan upaya-upaya yang terukur agar kesenjangan ekonomi dan sosial dapat teratasi dengan baik.

Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj mengatakan ada beberapa upaya yang dapat dilakukan pemerintah seperti kebijakan redistribusi lahan.

Dia mengatakan sudah mengutarakan hal ini kepada pemerintah saat Munas di Lombok pada November 2017.

''Sebaiknya pemerintah segera melakukan pembatasan. Para pengusaha yang telah menguasai lahan jutaan hektare diberikan periode penggunaan tanah serta diberikan batasan luas penggunaan tanah,'' kata Said Aqil.

Dia mengatakan sistem redistribusi juga pernah dilakukan oleh Sahabat Nabi Muhammad SAW, yaitu Umar bin Khattab. ''Dahulu Nabi Muhammad memberikan Bilal lahan hak guna, saat kepemimpinan Umar, dia mencabut hak guna tersebut karena Bilal telah sejahtera. Lahan tersebut diberikan kepada orang lain yang membutuhkan,'' kata dia.

NU dan Muhammadiyah percaya dengan kekuatan otoritas yang dimiliki pemerintah, maka pemerintah dapat berdialog dengan pengusaha besar agar mau berbagi dengan masyarakat yang kurang mampu.

Saling Tolong-menolong

Muhammadiyah dan NU juga menyerukan umat beragama untuk saling tolong menolong.

Langkah ini dinilai penting untuk menegakkan kebaikan sekaligus mengupayakan rekonsilisasi atau perdamaian kemanusiaan.

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, mengatakan salah satu parameter sehatnya sebuah bangsa dilihat dari tegak dan kokohnya tali persaudaraan kebangsaan.

Parameter lainnya dilihat dari ekonomi yang tumbuh merata, akses pendidikan yang mudah, terbukanya ruang-ruang dalam menyampaikan pendapat, serta tegaknya hukum sebagai instrumen untuk meraih keadilan.

''Bangsa yang kuat dan sehat juga tercermin dari semakin berkualitas dan berdayanya masyarakat sipil,'' ujar Haedar dalam keterangan tulis yang diterima republika.co.id di Jakarta, Jumat (23/3).

Karena itu, ujar Haedar, Muhammadiyah dan PBNU akan senantiasa mengawal dan mengokohkan konsensus para pendiri bangsa bahwa Pancasila dan NKRI adalah bentuk final dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman etnis suku, golongan, agama yang tetap harus dijaga dalam bingkai perstuan dan kesatuan bangsa.

Muhammadiyah dan NU juga akan terus melakukan ikhtiar-ikhtiar bagi peningkatan taraf hidup dan kualitas hidup warga. Keduanya akan mengembangkan pendidikan karakter yang mengedepankan akhlakul karimah di semua tingkatan atau jenjang pendidikan. Mereka juga akan melakukan penguatan basis-basis ekonomi keumatan dan peningkatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siroj, mengimbau seluruh masyarakat membangun suasana yang kondusif dalam kehidupan kemasyarakatan dan keberagamaan di tengah era sosial media yang membutuhkan kehatian-hatian ekstra.

''Mengingat bertebarannya berbagai macam informasi hoaks, ujaran kebencian dan fitnah yang berpotensi mengganggu keutuhan bangsa,'' ujar Said.

NU dan Muhammadiyah berkomitmen untuk menghadirkan narasi mencerahkan melalui ikhtiar-ikhtiar dalam bentuk penguatan dan peningkatan literasi digital sehingga terwujud masyarakat informatif yang berkahlakul karimah.Terkait tahun politik, Said meminta masyarakat menjadikan ajang demokrasi sebagai bagian dari upaya melakukan perubahan-perubahan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

''Hendaknya dalam demokrasi, perbedaan jangan sampai menjadi sumber perpecahan. Perbedaan harus dijadikan sebagai rahmat yang menopang harmoni kehidupan yang beranekaragam,'' jelasnya.

''Karena demokrasi tidak sekedar membutuhkan kerelaan hati menerima adanya perbedaan pendapat dan perbedaan pikiran, namun demokrasi juga membutuhkan kesabaran, ketelitian, dan cinta kasih antar sesama,'' sambungnya.***