NAYAPARA - Warga Muslim Rohingya yang masih tinggal di Rakhine, Myanmar, terancam mati kelaparan. Sebab, militer Myanmar memutus pasokan makanan ke Rahine.

Dikutip dari republika.co.id, berdasarkan keterangan seorang pengungsi Rohingya di Bangladesh, Abdul Goni, otoritas melakukan hal tersebut secara perlahan dari hari ke hari.

Goni mengatakan, minoritas Muslim Rohingya kerap ditahan di desa mereka, bahkan tidak boleh keluar rumah. Dia melanjutkan, warga dilarang untuk bercocok tanam, melaut, mencari makan, berdagang dan bekerja.

Hal tersebut membuat warga kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari, termasuk makan. Goni mengatakan, pembatasan ruang gerak dan akses terhadap makanan setiap harinya terasa makin ketat dan membuat kondisi semakin buruk.

''Itu lebih buruk dari pada dipenjara. Tahanan setidak masih bisa makan dua kali sehari, tapi kami selalu dikepung, ditekan dan diawasi,'' kata Abdul Goni, Jumat (9/2).

Hal serupa juga dilontarkan Mohammad Ilyas. Warga yang melarikan diri ke Bangladesh itu mengatakan, tentara merampas lahan padi dan persediaan beras warga.

Dia mengatakan, tak jarang warga terpaksa menahan lapar sekitar lima hari atau lebih. Dia mengungkapkan pemerintah Myanmar seperti tidak menginginkan satu orang etnis muslim pun tinggal di kawasan tersebut.

''Mereka ingin membinasakan kami sepenuhnya,'' katanya.

Pemerintah Myanmar tak langsung memberikan respons atas kesaksian para pengungsi tersebut. Namun mereka membantah tuduhan pembersihan etnis Rohingya. Mereka berdalih, operasi militer yang dilakukan untuk memerangi teroris.

Menteri Kesejahteraan Sosial Myanmar Win Myat Aye mengatakan, pemerintah selalu mendistribusikan bantuan makanan ke semua warga sebanyak mungkin.

Dia mengatakan, ada banyak cara untuk memberikan makanan kepada warga desa secara berkala. Oleh sebabnya, dia menegaskan, tidak mungkin ada warga yang terputus dari akses makanan atau kelaparan.***