SUKABUMI – Tidak banyak orang yang bercita-cita menjadi menjadi seorang kaligrafer. Heru Purnawan, santri asal Riau ini berkemauan berbeda dengan orang lain seusianya. Pemuda 16 tahun itu sebelumnya mengaku tertarik dengan kaligrafi , saat dirinya mengikuti lomba hafiz Al Quran. Ia berkeinginan untuk belajar kaligrafi seperti temannya yang sudah belajar kaligrafi di Lembaga Kaligrafi Al Quran (Lemka) di Jalan Bhineka Karya No.53 Kelurahan Karamat, Kecamatan Gunungpuyuh, Kota Sukabumi.

''Saya senang sekali di Lemka, karena belajar kaligrafi . Tapi sebelumnya saya belum punya bekal untuk belajar kaligrafi seperti orang-orang,'' kata Heru, Senin (15/1/2018).

Tekadnya yang kuat untuk belajar kaligrafi , jarak yang sangat jauh tidak menjadi halangan baginya.

''Yang penting tujuan saya sampai belajar kaligrafi , saya senang,'' ungkapnya.

Pesantren yang didirikan oleh KH Didin Sirojuddin AR pada 1998 itu, kini sudah menciptakan sejumlah maha karya. Dari 140 santri yang terdiri dari santri laki-laki dan wanita, setiap santrinya membuat karya.

''Diantara karya-karya santri itu sengaja kita bagikan ke lingkungan sekitar dan di Jakarta. Kalau dijumlah, santri itu ada 140 berarti ada 140 karya,'' kata Pimpinan Pesantren Lemka KH Didin Sirojuddin.

Selain banyak menciptakan karya, menurut Didin, karya yang dihasilkan para santrinya banyak dipesan baik untuk dijual ataupun dipamerkan di pameran kaligrafi.

''Seperti kemarin itu terakhir ada pesanan sebanyak 25 kecil-kecil,'' tuturnya.

Ungkapan di dalam kaligrafi yang dipesan itu, mengandung makna tentang kebudayaan dan etika.

''Yang paling banyak pesananan menulis untuk dekorasi gedung seperti masjid itu terus tanpa henti, sekarang di Kuningan sedang ditulis sampai ke Malaysia juga ada,'' katanya.

Untuk menghasilkan karya, santri-santri biasanya menghabiskan waktu 3-4 hari untuk menjadikan sebuah karya kaligrafi. Bahkan seiap bulan, bisa menghasilkan lebih dari 150 karya dalam bentuk kontemporer, lukis mushaf Al Quran dan ada juga dekorasi berukuran besar.

Muhammad Dedi Setiawan, salah satu pengajar di Pesantren Lemka menambahkan, selain menghasilkan karya. Santri-santri Lemka belajar dengan pembagian waktu yang berbeda.

''Kalau waktu dari jam 09.00 sampai 11.00 WIB itu proses ngajar-mengajar secara resmi materi pokok huruf,'' terangnya.

Dilanjutkan dengan lukis. ''Ada waktu-waktu lain seperti hari Minggu, itu lebih kepada peningkatan keterampilan dan kreativitas,'' ulasnya.

Kemudian ada lagi waktuwaktu tertentu, untuk mengkaji atau diskusi. Selama di pesantren, ungkap Dedi, para santri diberikan materi pembinaan kaligrafi seperti tujuh macam khat atau tulisan yakni Naskah, Tsuluts, Farisi, Diwani, Kufi , Riqah dan Diwani Jali. Dari tujuh khat ini, kata dia, ada materi pengembangan yakni cabang hiasan mushaf yang sering digunakan untuk cover Al Quran.

''Alhamdulillah kami memiliki sebanyak 37 pengajar resmi dan 47 santri senior,'' urainya. ***