KENDARI - Ketua Pengadilan Negeri Baubau, Sulawesi Tenggara, Joko Saptono, SH, ditemukan istrinya dalam kondisi kritis dan berlumuran darah di atas tempat tidur, di rumahnya, Selasa (14/11/2017) dinihari.

Dikutip dari inilah.com, Kapolres Baubau AKBP Daniel Widya Muchram mengatakan, pada Selasa, sekitar pukul 03.00 Wita bertempat di Rumah Dinas Ketua PN Jalan Jambu Mete, Kelurahan Batulo, Kecamatan Wolio, Kota Baubau, telah ditemukan Joko Saptono dalam keadaan terkapar.

Pada saat anggota kepolisian tiba di TKP Ketua Pengadilan sudah dalam keadaan terluka, berupa luka sayatan pada pergelangan tangan kiri dan luka iris pada bagian perut kiri hingga ususnya keluar.

''Polisi juga menemukan sebuah gunting dan pisau kater di samping korban,'' ujarnya di Kendari, Rabu (14/11/2017).

Daniel mengatakan, pada saat kejadian Ketua PN Baubau bersama dengan istrinya Soefi Janna di rumah dinas, namun sang istri sedang tidur.

Petugas membawa korban ke RS Siloam untuk dilakukan penanganan medis.

Dari hasil olah TKP yang dilakukan Unit Indentifikasi Polres Baubau, pada pintu dan jendela tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan.

Dalam kamar tempat shalat terdapat sajadah, di atasnya banyak tumpahan darah. Juga ditemukanpisau catter dan gunting. Di atas tempat tidur korban juga ditemukan bercak darah.

Pada bagian ruang dapur dan kamar mandi pun ditemukan ceceran darah.

Menurut keterangan petugas di lapangan, Bripda Askar anggota patroli bersama Bripda Januar Marzuki, saat tiba di depan rumah dinas Ketua PN Baubau, mereka dipanggil seorang perempuan dan meminta tolong untuk melihat suaminya dalam rumah.

Ia kemudian masuk, melihat ke dalam rumah dan menemukan Ketua PN Baubau tergeletak di dalam kamar, di atas tempat tidur dalam keadaan terluka dan mengeluarkan banyak darah.

Kemudian anggota di pos jaga dan Bripda Januar Marzuki membawa korban ke Rumah sakit Siloam menggunakan ambulans.

KY Telusuri

Terkait dugaan percobaan bunuh diri Ketua PN Baubau itu, Komisi Yudisial (KY) menegaskan bahwa performa seorang hakim juga diukur melalui kematangan emosi yang dimiliki.

''Sebagai bentuk evaluasi, bahwa performa para hakim tidak hanya diukur dari kualitas putusan, namun juga kematangan emosi,'' ujar juru bicaranya Farid Wajdi melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Rabu (15/11/2017)

Atas kasus tersebut, tim dari KY, kata Farid, sedang dalam proses untuk melakukan konfirmasi dan mencari bukti-bukti lain di lapangan.

''Sebelum pada kesimpulan rekomendasi sanksi, kami harus memahami betul penyebab terjadinya bentuk perbuatan yang dilakukan hakim tersebut,'' kata Farid.

Farid mengatakan pengenaan sanksi kode etik sangat mungkin dilakukan, namun tetap harus memperhatikan pendekatan kemanusiaan.

Dalam kesempatan yang berbeda, Mahkamah Agung (MA) melalui Kepala Biro Hukum dan Humas Abdullah, menyatakan prihatin atas peristiwa tersebut.

''Kami belum memastikan motif dan kronologi sebenarnya,'' kata Abdullah. ***