JAKARTA - Amerika Serikat (AS), Inggris dan Australia terlibat dalam peristiwa tahun 1965 di Indonesia. Demikian diungkapkan Sri Lestari Wahyuningroem dari Internasional People's Tribunal (IPT) 65.

Dikatakan Ayu, konteksnya saat itu adalah perang dingin yang melibatkan Amerika Serikat dan sekutunya melawan Uni Soviet.

Peneliti FISIP UI itu menyebut bentuk keterlibatan ketiga negara berbeda-beda dalam menyokong peristiwa 65. Australia terlibat dengan propaganda. Sedangkan, Inggris ikut terlibat dengan propaganda serta materil.

Ayu menduga, Amerika terlibat lebih dalam saat peristiwa 1965. Menurutnya, arsip yang dibuka AS, belum memperlihatkan sepak terjangnya lantaran ada dokumen mengenai CIA yang masih ditutupi.

Sebelumnya, Badan Keamanan Arsip Nasional AS dan Pusat Pengungkapan Dokumen Nasional (NDC), membuka 39 dokumen berisi 30 ribu lembar terkait peristiwa 1965 dalam bentuk digital. Dokumen rahasia itu merupakan laporan kedutaan besar Amerika Serikat tahun 1964-1968 dengan judul ' Jakarta Embassy Files'.

''Yang belum keluar dokumen-dokumennya itu dari pihak politik-politiknya Indonesia termasuk CIA itu tadi, CIA belum ada yang dirilis karena saya curiga data-data itu membuktikan secara langsung keterlibatan Amerika itu seperti apa dalam kudeta itu maupun dalam pembunuhan massal,'' ujar Ayu di kantor Amnesty Internasional Indonesia, Jumat (20/10).

Menurut Ayu, dalam dokumen itu bisa membuktikan ada dugaan uang yang diberikan AS kepada Indonesia. Serta, bukti Inggris membantu persenjataan ketika itu.

Negara-negara itu punya keterlibatan dan menjatuhkan tahta Soekarno ketika itu. Namun, sulit untuk membuktikan sebelum dokumen berisi kawat dari Amerika Serikat ke Kedutaan Besar AS saat terungkap.

Ayu menyebut AS sempat mentransfer sejumlah besar uang ke TNI AD usai peristiwa 1965. Hal itu menurutnya merupakan permintaan dari petinggi TNI AD.

''Itu tidak lama itu Oktober 1965 mereka memenuhi permintaan TNI AD untuk mentransfer uang. Inggris menyuplai senjata apalagi nih kan kita tidak tahu? Justru dokumen-dokumen itu belum dibuka sama Amerika,'' jelasnya.

Ayu menjelaskan dokumen yang saat ini terungkap lantaran desakan ke pemerintah AS untuk membuka arsip sesuai undang-undang di sana. Hanya saja pemerintah AS tidak membuka dokumen penting yang menyandung CIA.

Karena itu, Ayu menilai upaya pemerintah Indonesia menyenggol pemerintah AS sia-sia. Seharusnya, pemerintah Indonesia juga membuka arsip 65 guna membuka titik terang kebenaran sejarah. Dan dalam UU, pemerintah bisa didesak untuk mengungkapnya.

''Bahwa negara membuka dokumen-dokumennya itu harus. Ada UUnya kok jadi kita ga bicara ngawur,'' tutupnya.

Menanggapi dokumen-dokumen tersebut, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu bakal menanyakan soal dokumen tersebut kepada Menteri Pertahanan AS saat bertemu di Filipina.

''Nanti saya temuin Menhannya. Saya akan ketemu dengan Menhan Amerika tanggal 25,'' kata Ryamizard di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/10).

Ryamizard meyakini dokumen rahasia yang dibuka Badan Administrasi Rekaman dan Arsip Nasional AS (NARA) tidak akan berpengaruh terhadap situasi nasional.

''Enggak saya bilang. Tergantung kita mau keruh atau tidak, kalau kita enggak mau, enggak mau lah, enggak usah. Kadang-kadang kita sendiri buat-buat,'' tegasnya. ***