JAKARTA - Agen FBI Johnathan Holden menyebutkan Johannes Marliem mendapatkan keuntungan dari proyek e-KTP. Pernyataan Johnathan Holden itu termasuk dalam tuntutan hukum yang diajukan Kamis (5/10). Marliem, kata Johnathan, telah melakukan negosiasi bolak-balik dengan KPK selama 18 bulan sebelum menyetujui untuk diwawancarai di Singapura pada Maret tahun ini. Dalam wawancara itu, dia membantah telah menyuap siapa pun.

Diketahui itu menjadi salah satu sesi wawancara pada bulan Juli oleh Konsulat Indonesia di Los Angeles (KJRI di Los Angeles).

Holden juga mengungkapkan pembelian jam tangan mahal seharga USD 135.000 di Beverly Hills. Nantinya jam itu akan diberikan pada Ketua DPR Setya Novanto.

Marliem juga mengatakan, pada penyidik KPK kalau uang sebesar USD 700.000 telah dikirim ke rekening anggota DPR berinisial CH.

''Marliem memainkan rekaman, antara lain, seorang pejabat pemerintah Indonesia yang membahas jumlah suap,'' kata Holden seperti dilansir dari Wehoville, Kamis (5/10).

''Marliem juga dilaporkan menunjukkan dokumen elektronik dan foto lain yang relevan ke KPK, termasuk gambar jam tangan mewah yang dia beli, yang kemudian diberikan kepada ketua DPR oleh seseorang yang terlibat,'' katanya.

Holden mengatakan, KPK berkata kepada FBI bahwa Biomorf Lone Indonesia, PT milik Marliem telah menerima lebih dari USD 50 juta untuk pembayaran subkontrak terkait dengan proyek E-KTP, setidaknya USD 12 juta di antaranya ditujukan kepada Marliem. Dia menyimpan uang itu ke rekening bank pribadi di Indonesia dan kemudian memindahkannya ke rekening bank di Amerika Serikat.

Analisis FBI terhadap catatan bank Marliem menemukan bahwa antara bulan Juli 2011 dan Maret 2014, sekitar USD 13 juta telah ditransfer dari pembayaran kontrak pemerintah ke rekening bank pribadi Marliem di Wells Fargo. Sebelum menerima transfer rekening itu memiliki saldo USD 49,62 juta.

Menurut Holden, Marliem meninggalkan konsulat (KJRI) setelah wawancara terakhirnya pada 6 Juli. Setelah sepakat untuk memberikan pernyataan tertulis dan bukti fisik dan elektronik kepada KPK dengan imbalan kekebalan dari tuntutan hukum.

KPK mengharapkan Marliem kembali keesokan harinya untuk menandatangani kesepakatan. Tapi pada hari itu Marliem mengatakan tidak akan melakukan hal tersebut. Dia mengatakan kepada KPK bahwa dia telah berbicara dengan seseorang di Indonesia pada malam sebelumnya, yang memperingatkan dia untuk tidak memberikan informasi yang disepakati sampai dia mendapatkan jaminan lebih lanjut dari KPK.

Tekanan pada Marliem meningkat pada 8 Agustus. FBI mengeksekusi surat perintah penggeledahan rumah yang dia sewa di Edinburgh Avenue. Holden mengatakan bahwa dia dan dua agen FBI lainnya kemudian menemukan Marliem di sebuah hotel dekat Bandara Internasional Los Angeles, di mana dia setuju untuk berbicara.

Holden mengatakan, Marliem menegaskan bahwa dia telah terlibat dalam skema penyuapan, namun membantah bahwa dia telah menggunakan uang yang dia terima untuk membayar suap.

''Tapi ketika ditekan mengapa dia mengatur pembayaran secara tunai dan apa yang dia lakukan dengan uang tunai itu, akhirnya dia menjelaskan secara mendadak bahwa dia diinstruksikan oleh seseorang untuk membayar USD 1 juta ke salah satu perusahaan yang tidak mendapatkan kontrak e-KTP,'' jelas Holden.

''Saat ditanyai untuk keterangan lebih lanjut dan mengapa dia melakukan ini, satu-satunya penjelasannya adalah bagaimana keadaan di Indonesia,'' tambahnya.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan berkoordinasi dengan pihak otoritas di beberapa negara untuk menyelidiki adanya indikasi aliran dana pada sejumlah pejabat di Indonesia. Juru bicara Febri Diansyah mengatakan, di Amerika Serikat pihaknya menggandeng FBI untuk menelusuri dana dalam kasus e-KTP.

''Benar KPK bekerja sama dan berkoordinasi dengan otoritas di beberapa negara, dengan Amerika kita kerja sama dengan FBI terkait pengumpulan dan pencarian bukti karena ada bukti yang berada di Amerika. Ada indikasi aliran dana pada sejumlah pejabat Indonesia,'' kata Febri di Gedung KPK, Kamis (5/10).

Kemudian, kata dia, hasil koordinasi ada beberapa yang sudah terungkap dalam proses persidangan Amerika. Dan sebagian di persidangan kasus e-KTP yang sedang berjalan di pengadilan Tipikor.

''KPK koordinasi dengan otoritas negara lain untuk kumpulkan bukti kasus e-KTP. Jadi ini menegaskan bahwa proses penanganan perkara e-KTP,'' tambah dia.

Pihaknya juga akan mendalami lebih lanjut terkait bukti-bukti hasil koordinasi dengan FPI. Febri mengatakan, di Amerika terdapat tuntutan hukum terkait sejumlah kekayaan yang diduga berasal dari kejahatan lintas negara. ''Kita akan koordinasi lebih lanjut,'' kata Febri.

Dia menjelaskan, beberapa bukti yang ditemukan dari FBI semakin menguatkan indikasi Ketum Golkar Setya Novanto terlibat dalam kasus proyek e-KTP. Walaupun kata Febri, dalam sidang praperadilan Setya Novanto saat itu tidak dipandang oleh hakim sebagai alat bukti dalam penyidikan terhadap Setnov.

Setelah putusan praperadilan Setnov, pihak KPK tidak akan berhenti. Mereka akan terus mendalami lebih lanjut terkait aspek formalitas maupun material dari e-KTP.

''Bukti dan kerja sama FBI jadi salah satu faktor makin perkuat penanganan kasus e-KTP yang kita lakukan,'' imbuhnya. ***