SAAT Bangsa Indonesia berperang melawan Jepang, Luh Candra Asih masih gadis remaja. Meski seorang perempuan, dia juga ingin berbakti kepada bangsanya, berjuang mengusir penjajah. Namun Luh Candra Asih tidak ikut mengangkat senjata, dia melakukan tugas yang juga sangat penting, yakni mengantarkan makanan kepada para pejuang.

Wanita yang kini tinggal di lingkungan Banjar Paketan, Kelurahan Paket Agung, Buleleng Bali itu menceritakan, seperti yang dilansir merdeka.com, dulu ia bersama kelompok juru masak lainnya bertugas membawa makanan ke pejuang yang bersembunyi di balik Bukit Buleleng.

Membawa beras sepikul menuju posko jelas bukan hal yang mudah. Perjalanan itu harus dilakukan dengan hati-hati agar tak tertangkap penjajah, belum lagi dengan ancaman begal atau perampok di hutan.

Setibanya di posko, ia akan menunggu masakan selesai bersama dengan remaja lainnya. Baru setelah itu, ia akan pulang dengan dikawal dua pejuang. Luh Ayu sendiri merupakan satu dari banyaknya pejuang lain yang merasakan beratnya perjuangan di masa penjajahan Jepang.

''Ingat ninik waktu orang teriak-teriak merdeka sudah umur 20-an tahun. Ninik bawa beras ke posko terus bawa makanan ke pejuang yang perang," kenangnya dengan bahasa Bali.

"Kalau mau ke Gigit kan ada monumen patung-patung orang perang. Nah di situ para pejuang bergerilya. Banyak pahlawan mati di sana, ninik jalan sampai 17 kilometer bawa nasi," ceritanya wanita yang kini berusia 94 tahun itu.

Ada banyak suka duka yang dialami wanita yang akrab dipanggil Ninik Luh Ayu ini. Dia senang bisa membantu para pejuang untuk memberikan tenaga melalui makanan.

Hanya saja jika ketahuan para penjajah, tentu ancaman berat bakal diterima. Tugasnya yang mungkin hanya "sebatas mengantar makanan" mungkin terlihat sepele tapi ternyata ada tanggung jawab besar di dalamnya.

Made Mertini, putri kandung Luh Ayu menceritakan, ''Ibu dulu kalau bawa makanan itu harus disembunyikan di dalam kayu bakar, itu bolak balik mencari pejuang untuk memberikan makan. Saat balik, kayu bakar itu harus dibawa lagi, biar tidak ketahuan tentara penjajah.''

Pengalaman tak menyenangkan juga pernah dialami oleh Luh Ayu. Dia pernah diiming-imingi untuk meracun para pejuang kemerdekaan. Pada akhirnya, Luh Ayu memilih untuk merelakan makanannya dirampas dan dibuang daripada harus mengkhianati para pejuang. Meski saat itu sebenarnya makanan yang sedang dibawanya itu adalah bekalnya untuk mencari kayu bakar.

Pejuang yang Terlupakan

Perjuangan Luh Ayu cuma dipandang sebelah mata oleh pemerintah. Ia tak terdaftar sebagai veteran meski dulu ia juga punya andil yang cukup besar untuk mendukung para pejuang kemerdekaan. Alasannya karena keluarga dinilai cukup mampu, bukan masuk dalam daftar merah atau keluarga kurang mampu.

''Dulu memang ada pendataan, tapi memang tidak ada yang mengurus," kata Mertini.

Nama Ninik Luh Ayu sempat muncul untuk didaftarkan sebagai Veteran. Namun hingga saat ini masih belum ada pendataan lagi. Ada keinginan untuk menanyakan, tetapi niat itu diurungkan karena takut dianggap kekurangan dalam hal ekonomi. "Ya sempat dulu sekitar tahun 1980-an itu, tapi memang tidak ada mengajukan lagi. Ya mudah-mudahan nantinya ada lagi dalam pendataan. Kalau tanya-tanya, sungkan,'' papar Mertini.

Ninik Luh Ayu salah satu dari begitu banyak pejuang kemerdekaan Indonesia yang terlupakan.***