JAKARTA - Beban utang yang harus ditanggung Indonesia bakal semakin berat. Sebab, Rezim Joko Widodo (Jokowi) akan menambah utang Rp399,2 triliun tahun 2018 nanti.

Utang Rp399,2 triliun tersebut tercantum dalam RAPBN 2018. Dana tersebut akan digunakan untuk sektor produktif dan efisien dalam tata kelolanya.

''Produktif, efisien, prudent, dan menjaga keseimbangan makro ekonomi, merupakan kebijakan pembiayaan utang tahun 2018,'' kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam jumpa pers Nota Keuangan dan RUU APBN Tahun 2018 di Jakarta, Rabu (16/8/2017).

Sri Mulyani mengatakan, pembiayaan utang mengalami penurunan dibanding target APBNP 2017 sebesar Rp427 triliun. Hal ini bertujuan untuk menekan defisit anggaran di 2018.

Ia mengklaim, utang anyar ini akan dimanfaatkan untuk sektor produktif. Semisal, mengakselerasi prioritas pembangunan nasional bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur daerah.

''Upaya menutup defisit ini akan mengacu pada kebijakan untuk mengendalikan rasio utang terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) pada kisaran 27 persen-29 persen terhadap PDB dan efisiensi pembiayaan agar tercapai keberlangsungan fiskal,'' kata Sri Mulyani.

Menurut rencana, pembiayaan utang dalam RAPBN 2018 tersebut dipenuhi melalui penerbitan Surat Berharga Negara (neto) sebesar Rp414,7 triliun dan pinjaman (neto) sebesar Rp15,5 triliun.

Selain itu, ada porsi untuk pembiayaan investasi bagi pembangunan infrastruktur, serta pemberdayaan UMKM sebesar Rp65,7 triliun.

Dengan proyeksi ini, Sri Mulyani optimis, proyeksi defisit dalam RAPBN 2018 bisa ditahan 2,19% terhadap PDB, atau setara Rp325,9 triliun.

''Defisit ini menurun kalau dibandingkan tahun ini sesuai proyeksi 2,67 persen. Ini berpengaruh kepada defisit keseimbangan primer yang turun tajam menjadi Rp78,4 triliun, lebih rendah dari proyeksi 2017 sebesar Rp144,3 triliun,'' kata Sri Mulyani.

Sementara itu, pembiayaan investasi sebesar Rp65,7 triliun akan dimanfaatkan untuk investasi BUMN sebesar Rp3,6 triliun, investasi BLU Rp57,4 triliun, investasi lembaga lainnya Rp2,5 triliun, dan investasi organisasi/LKI/BUI Rp2,1 triliun.

Pembiayaan investasi itu, antara lain untuk BLU Lembaga Manajemen Aset Negara Rp35,4 triliun guna pembebasan lahan dan BLU Pusat Investasi Pemerintah Rp2,5 triliun guna mendorong pembiayaan UMKM yang kreatif dan inovatif.

Selain itu, PMN kepada Tapera Rp2,5 triliun untuk pembentukan BP Tapera, Dana Pengembangan Pendidikan Nasional Rp15 triliun untuk peningkatan akses pendidikan masyarakat, dan BLU Perumahan PPDPP Rp2,2 triliun untuk peningkatan akses pembiayaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Pembiayaan investasi ini juga dimanfaatkan untuk PMN bagi PT KAI Rp3,6 triliun guna pembangunan infrastruktur, dana bantuan internasional Rp1 triliun, BLU Perikanan LPMUKP Rp0,9 triliun untuk penguatan modal usaha kelautan dan perikanan serta BLU Kehutanan P2H Rp0,5 triliun untuk pembiayaan kepada UMKM industri ramah lingkungan.***