JAKARTA - Liberalisasi dan modernisasi telah menggerus semangat kemajemukan bangsa Indonesia. Kerancuan nalar sebagian pihak memahami kebaragaman memperburuk kemajemukan.

Demikian pandangan Ketua Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju (PIM) Prof Din Syamsuddin. ''Selama ini yang memperburuk kemajemukan adalah kerancuan nalar atau absurditas pemahaman tentang kemajemukan, seringkali kita mendengar klaim-klaim dari pihak yang merasa dialah yang paling Pancasilais dan yang lain tidak, itu adalah kerancuan nalar,'' kata Din, di Jakarta, Selasa (15/8), seperti dilansir republika.co.id.

Dilanjutkannya, ketidakadilan sosial, ekonomi, politik juga menjadi faktor yang menggerus kemajemukan.

Dia juga menilai, bangsa Indonesia belum mengelola kemajemukan dengan baik, karena itu negara harus menjadi kekuatan yang menengahi dan perantara semua golongan secara adil.

''Jangan membela kelompok tertentu karena faktor ekonomi atau politik, dapat mengganggu kemajemukan jika negara tidak dapat menjadi pengayom dan penengah,'' kata Ketua Dewan Pertimbangan MUI tersebut.

Ia mengatakan, kemajemukan yang merupakan ciri khas bangsa Indonesia dan semua agama memandang kemajemukan sebagai ketetapan haruslah terus dirawat.

Semua suku, umat beragama dan kelompok lainnya, ujarnya, harus mengakui kemajemukan tersebut, selain itu perlu kesediaan dari semua pihak hidup berdampingan secara damai.

''Masyarakat Indonesia harus menampilkan kemajemukan itu dalam kerja sama untuk kesejahteraan bersama. Masalah yang sedang kita hadapi memang besar, tetapi jika kita optimistis maka hal ini dapat diatasi,'' kata dia.***