PALEMBANG - Tahun ini komoditi ekspor Sumsel sepertinya masih akan disokong oleh komoditi perkebunan. Berdasarkan pengalaman yang sudah sudah komoditi perkebunan seperti bantalan karet (crumb rubber) dinilai lebih menguntungkan daripada hasil tambang batubara. Hal itu dibenarkan Kadis Perdagangan Sumsel, Permana. Menurutnya, nilai ekspor perkebunan memberi sumbangsih yang lebih besar ketimbang batu bara, sebagai komoditi ekspor. Neraca perdagangannya, industri crumb rubber sudah menyumbang nilai Rp 27 triliun tahun lalu.

“Posisinya, ekspor Sumsel masih tertinggi dipegang oleh karet setengah jadi, baru kemudian disusul CPO atau minyak sawit dan baru batubara," kata dia di kantor Gubernur Sumsel, kemarin.

Komoditi perkebunan seperti karet masih memiliki pang sa pasar di luar negeri. Meski Amerika Serikat dan beberapa negara tujuan lainnya memperketat impor, namun hal tersebut tidak berpengaruh besar. Sebab kebijakan memperketat impor karet dari Indonesia justru akan meru gikan mereka. “Karena sebagian besar perusahaan industri ban ada di Amerika Serikat,”ucapnya.

Oleh karena itu jika mereka memperketat impor bagi karet Indonesia, terutama Sumsel malah akan mempengaruhi sektor industri mereka. “Batu bara nampaknya akan lebih bisa bertahan ketimbang batubara,”sambung Permana.

Sebelumnya, Akademisi pertanian Unsri, Fachrurozi Sjarkowi mengungkapkan baik karet dan sawit akan masih mampu menyumbang nilai ekspor bagi Sumsel hingga lima tahun ke depan.

Akan tetapi, investasi di Sumsel masih cukup rentan. Kondisi tersebut mesti diwaspadai pemerintah, misalnya ancaman kekeringan hingga kebakaran hutan dan lahan. “Sebisanya, karet jangan lagi diekspor mentah, namun harus dikelola agar menciptakan industri dalam negeri termasuk menambah nilai ekspor nya,” ujarnya belum lama ini.