TEL AVIV - Komite Menteri yang dipimpin Menteri Kehakiman Israel Ayelet Shaked mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) kontroversial tentang “pembungkaman” kumandang azan di tempat-tempat ibadah. RUU ini melarang azan dengan menggunakan pengeras suara atau speaker.

“RUU untuk pencegahan suara di rumah-rumah doa diluluskan,” bunyi pengumuman Kementerian Kehakiman Israel, Senin (13/2/2017). 

Dalam pengumuman itu, tidak disebutkan agama tertentu yang jadi target pelaksaan aturan baru di Isrel tersebut. Namun, sejak awal aturan itu dikenal sebagai “hukum muazin” setelah para pejabat Muslim menganggap aturan tersebut untuk membungkam azan yang selama ini dikumandangkan melalui speaker yang terpasang di menara-menara masjid.

Draft aturan tersebut sempat ditolak karena umat Yahudi juga merasa jadi target, di mana mereka terbiasa membunyikan sirine di rumah ibadah saat matahari terbenam pada hari Jumat. Suara itu untuk menandai dimulainya hari Sabat.

Setelah ditolak, draft aturan itu direvisi. Hasilnya, larangan diberlakukan mulai pukul 23.00 malam hingga pukul 07.00 pagi. Aturan ini akan “membungkam” suara azan subuh bagi warga Muslim.

”Hukum ini tidak berurusan dengan kebisingan atau dengan kualitas hidup, (tapi) hanya dengan hasutan rasis terhadap minoritas,” kritik anggota parlemen Israel dari kalangan Arab, Ayman Odeh, dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Al Arabiya.

”Suara muazin itu terdengar di sini jauh sebelum ada (aturan) rasis dari pemerintah (Perdana Menteri Benjamin) Netanyahu,” katanya.

Presiden Israel Reuven Rivlin telah menentang RUU kontroversial tersebut setelah dikecam negara-negara Muslim Arab. Jika RUU itu disahkan menjadi undang-undang, maka azan di masjid Al-Aqsa, Yerusalem, bisa menjadi target.

RUU itu semula diusulkan Motti Yogev, dari Yahudi Home. Menurutnya, aturan itu diperlukan untuk menghindari gangguan kehidupan sehari-hari yang dirasakan warga non-Muslim Israel.