JAKARTA - Penasihat Negara Myanmar, Aung San Suu Kyi, berjanji akan menyelidiki dugaan kekerasan yang dilakukan militer terhadap kaum minoritas Muslim Rohingya. Janji ini diucapkan Suu Kyi saat berbicara dengan Komisioner Tinggi Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa, Zeid Raad al-Hussein, setelah pada Jumat (3/2/2017) pihaknya merilis laporan yang menyatakan, militer Myanmar melakukan pembunuhan massal dan pemerkosaan terhadap Rohingya.

"Saya sudah berbicara dengan Aung San Suu Kyi. Saya meminta melakukan upaya apa pun untuk menekan militer dan aparat keamanan agar menghentikan operasi itu. Ia menginformasikan bahwa penyelidikan akan dilaksanakan," ujar Hussein kepada Reuters.

Menanggapi berita ini, juru bicara kepresidenan Myanmar, Zaw Htay, juga mengatakan bahwa pemerintah akan segera melakukan investigasi lebih lanjut atas tuduhan serius tersebut.

"Ini merupakan tuduhan yang sangat serius dan kami sangat prihatin. Kami akan langsung menyelidiki tuduhan itu melalui komisi penyelidikan yang dipimpin Wapres, U Myint Swe. Jika ada bukti kekerasan, kami akan mengambil langkah yang diperlukan," ucapnya.

Isu mengenai kekerasan terhadap Rohingya di Myanmar kembali mencuat setelah insiden penyerangan pos pengamanan di tiga wilayah perbatasan Myanmar oleh sejumlah kelompok bersenjata pada 9 Oktober lalu. Pemerintah Myanmar menuding "teroris Rohingya" berada di balik serangan itu, meski belum ada bukti konkret.

Sejak penyerangan itu, militer Myanmar memperketat pengawasan dengan melakukan "operasi pembersihan" di wilayah Rakhine. Alih-alih memburu para pelaku penyerangan, militer Myanmar diduga malah menyerang etnis Rohingya secara membabi-buta.

Laporan PBB yang dilansir pada Jumat ini bahkan menyebutkan, militer Myanmar membunuh massal serta memperkosa kaum Rohingya. Rumah-rumah kaum Rohingya juga dibakar hingga rata dengan tanah. Sejak saat itu, setidaknya 69 ribu orang Rohingya kabur ke Bangladesh.

Kekerasan sejak awal Oktober ini merupakan insiden berdarah terparah sejak bentrokan antara umat Buddha dan Rohinya yang terjadi pada 2012 lalu. Insiden itu menewaskan ratusan orang.

Selama ini, Rohingya memang dilaporkan kerap menjadi korban diskriminasi. Mereka bahkan tak dianggap dalam daftar etnis resmi dalam konstitusi Myanmar dan tak memiliki hak kewarganegaraan. Namun, pemerintah selalu menampik segala tudingan diskriminasi terhadap Rohingya.