JAKARTA - Presiden AS Donald Trump mengeluarkan perintah eksekutif untuk melarang masuknya warga negara dengan penduduk mayoritas Muslim, yaitu Irak, Iran, Suriah, Yaman, Sudan, Somalia, dan Libya. Meski juga mayoritas Muslim, Indonesia tak termasuk dalam daftar yang disebut Trump. Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir, menyayangkan perintah eksekutif yang ditetapkan Trump setelah dilantik menjadi Presiden ke-45 AS.

Kebijakan tersebut dilayangkan Presiden Trump kepada tujuh negara dengan memblokir akses visa AS mereka. "Kebijakan pemerintahan baru AS selalu kami hormati. Walaupun keputusan tersebut merupakan hak AS, namun kami menyayangkannya. Mengenai WNI, visa AS tetap bisa diajukan dan semua tetap berjalan dengan normal," kata Arrmanatha di Kemenlu RI, Pejambon, Jakarta Pusat.

"Salah satu cara untuk mengatasi terorisme internasional yaitu dengan mempererat kerja sama dengan sejumlah negara. Oleh sebab itu, kami tetap meningkatkan kerja sama dengan pemerintahan baru AS, karena hubungan bilateral AS dan Indonesia sudah bagus," dia melanjutkan.

Indonesia, menurut Arrmanatha, memiliki sekitar 13 ribu pengungsi dan telah bekerja sama dengan UNHCR untuk mencari tempat permanen bagi pengungsi tersebut. Kemenlu berharap jika kebijakan Presiden Trump tersebut tidak terlalu berdampak negatif bagi negara-negara mayoritas Muslim.
 
"Walaupun kebijakan imigrasi ini ditetapkan, kami pikir bukan perkara gampang untuk mengatasi terorisme internasional secara instan. Kebijakan dengan menargetkan agama tertentu sangat tidak didukung oleh Indonesia," tuturnya.
 
Sementara itu, pada Senin 30 Januari 2017, Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Joseph R Donovan Jr, mengungkapkan, Indonesia bersama 40 negara mayoritas Muslim tidak termasuk ke dalam "perintah eksekutif” Presiden Donald John Trump.

Artinya, warga Indonesia bebas keluar masuk Negeri Paman Sam. Hal ini berbeda dengan blokir visa kunjungan terhadap tujuh negara mayoritas Muslim yang berlokasi di Timur Tengah dan Afrika. 

"Saya ingin menegaskan kembali bahwa tidak ada larangan sama sekali untuk warga Indonesia yang ingin berkunjung ke AS. Ini tidak ada kaitannya dengan perintah eksekutif," ujar Dubes Donovan, di Jakarta.

Ia juga menegaskan bahwa pernyataan yang dikeluarkan Gedung Putih terkait perintah eksekutif ini sama sekali bukan mengenai Islam. Faktanya, Dubes Donovan melanjutkan, perintah ini tidak mencantumkan 40 negara mayoritas Muslim, termasuk Indonesia.

Menurut dia, perintah eksekutif tersebut dikeluarkan untuk menjamin keselamatan dan keamanan wilayah perbatasan AS. Kebijakan ini juga merupakan upaya sementara yang dijalankan pemerintahan Trump selama 90 hari untuk mengkaji sistem pemerintahan baru AS.

"Kami selalu mengabarkan yang terbaru dari Gedung Putih kepada Indonesia, khususnya Kementerian Luar Negeri. Kami tegaskan sekali lagi, ini bukan soal agama atau pun Islam,” ujarnya.

Ia mengklaim selalu mengkaji prosedur keamanan dan mengeluarkan pernyataan tentang situasi keamanan suatu negara. “Untuk Indonesia, kami sangat yakin dengan kondisi keamanan di sini," tutur dia.