MANILA - Presiden Filipina Rodrigo Duterte meminta maaf kepada Korea Selatan atas tindakan polisinya yang telah menewaskan seorang warga Korsel, Kamis (26/1/2017) waktu setempat. Ia juga mengatakan ingin menggantung polisi tersebut dan mengirim kepalanya ke Seoul. Duterte berjanji akan memberikan hukuman terberat bagi mereka yang berada di belakang penculikan dan pembunuhan pengusaha Jee Ih-joo dalam markas polisi nasional pada bulan Oktober.

"Saya akan memastikan bahwa mereka dihukum maksimal. Anda harus memberi kekuatan kepada saya kembali lagi, saya akan mengeksekusi mereka, dengan menggantung mereka satu orang dalam satu hari, 20 dari mereka - 20 hari," ujarnya. 

Kematian warga Korea Selatan tersebut membuat wajah polisi Filipina dihujani kritikan dari kelompok hak asasi dan beberapa anggota parlemen. Mereka menyebutkan penyalahgunaan kekuasaan polisi di Filipina merajalela.

Sementara itu kritikus Duterte menyatakan, bagaimanapun, bahwa dia yang harus disalahkan. Karena telah menciptakan budaya impunitas (kebebasan dari hukum), dengan menjanjikan untuk melindungi polisi di garis depan untuk melawan narkoba. Polisi dituduh menculik dan membunuh Jee, perwira antinarkotika. 

Penyelidikan Senat dalam kasus pembunuhan Jee dimulai pada Kamis (26/1/017) dengan dipimpin kepala polisi Ronald dela Rosa, orang dekat Duterte. Ia sempat mengatakan pihaknya melakukannya dengan rasa malu.

"Semua indikasi menunjuk ke sebuah web yang rumit dari kegiatan kriminal oleh beberapa personel polisi yang beroperasi di bawah penutup dari operasi," katanya. 

Hukuman mati telah menjadi prioritas untuk Duterte. RUU hukuman mati pertama kali dimunculkan di Kongres pada 30 Juni tahun lalu, hari yang sama dengan pelantikannya.

Dalam draf tersebut menyebutkan undang-undang yang ada saat ini tidak menimbulkan efek jera dan telah mengebiri sistem peradilan pidana. Hukuman mati dicabut pada tahun 2006 menyusul tekanan dari kelompok-kelompok gereja.