Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Birokrasi (PANRB) meminta masyarakat untuk tidak mudah percaya dengan penipuan penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Kementerian pun meminta masyarakat untuk melaporkan penipuan tersebut kepada pihak yang berwajib. Dilansir dari situs menpan.go.id, Selasa 17 Januari 2017, Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kementerian PANRB, Herman Suryatman, meminta masyarakat tentang informasi penerimaan CPNS yang beredar di media sosial dan situs yang bukan situs resmi pemerintah.

“Diharapkan agar seluruh masyarakat berhati-hati dalam menerima informasi terkait CPNS agar tidak menjadi korban penipuan. Lakukan cross check ke kami atau instansi pemerintah di daerah,” kata Herman di Jakarta.

Dikatakan bahwa seluruh informasi yang berhubungan dengan penerimaan CPNS hanya bersumber dari situs resmi pemerintah, yaitu www.menpan.go.id dan www.bkn.go.id. Dikatakan bahwa modus penipuan ini bermula dari informasi adanya penerimaan CPNS, lalu berlanjut menawarkan jasa bantuan dengan imbalan.

“Apabila ada oknum atau siapa pun yang menyampaikan informasi ada penerimaan CPNS, kemudian mengiming-imingi bisa membantu dan meminta sejumlah uang atau imbalan, segera laporkan kepada penegak hukum. Hal tersebut diduga penipuan,” kata Herman.

Pernyataan ini dilontarkan pasca munculnya kasus penipuan CPNS di Jawa Barat. Ada ratusan orang yang menjadi korban. Penipuan ini terbongkar ketika seluruh korban berkumpul di Kantor Gubernur Jawa Barat di Gedung Sate, Bandung, pada Kamis 12 Januari 2017. Korban diminta menyetor uang puluhan bahkan ratusan juta rupiah dengan imbalan surat keputusan (SK) pengangkatan pegawai negeri sipil (PNS) palsu.

“Pak Menpan, (Menteri PANRB, Asman Abnur) menyesalkan adanya kejadian penipuan tersebut. Beliau prihatin dan meminta agar penegak hukum menindak tegas siapa pun yang terlibat,” kata dia.

Herman juga menegaskan pemerintah belum membuka seleksi penerimaan CPNS dari jalur umum. “ Kementerian PANRB sampai saat ini masih melakukan pengkajian yang seksama. Bukan hanya mempertimbangkan hasil analisis jabatan dan analisis beban kerja instansi, tapi juga dari sisi kapasitas fiskal negara dan aspek lainnya yang relevan,” kata dia.