Nugroho Imam Setiawan, ST, MT, PhD, dosen Departemen Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) terpilih mengikuti kegiatan penelitian masa depan planet bumi di Antartika. Penelitian selama bulan di Antartika ini diadakan Japan Antartic Research Expedition (JARE).

Nugroho bersama sejumlah peneliti lainnya tergabung dalam tim JARE 58. Selain dirinya dan peneliti dari Jepang ada dua peneliti lain dari Mongolia dan Srilanka.

Nugroho memulai perjalanan menggunakan kapal ekspedisi Shirase pada akhir Desember 2016 menuju Antartika. Selama bulan Januari hingga Februari 2017 dia melakukan penelitian mengenai berbagai batuan geologi.

Pada paruh bulan Januari ini, dia membagikan cerita pengalamannya selama di Antartika. Cerita pengalaman ini dikirimkan melalui email ke humas UGM.

Berikut ini cerita pengalaman Nugroho yang telah ditulisnya:

"17 hari tahap pertama fieldwork di Antartika. Rehat sejenak selama 1 hari di kapal setelah 17 hari fieldwork di lapangan dengan tiga lokasi berbeda. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan dari segi geologi, medan, iklim, dan lokasi base camp.

Rehat 1 hari kali ini di Kapal Shirase, kami gunakan untuk mandi
(akhirnya mandi juga), cuci pakaian, input data, menyiapkan peta kerja
selanjutnya, dan kembali melihat hiruk-pikuk dunia.

Masih ada 1 bulan fieldwork lagi ke depannya. Besok kalau cuaca baik, kembali ke lapangan untuk 15 hari selanjutnya. Untuk pindah lokasi base camp, kami
diantar-jemput dengan 2 helikopter secara bergantian.

Tidak ada tipe batuan lain di lokasi penelitian selain batuan metamorf
(gneissik) dan granitoids (pluton maupun pegmatit) ataupun perpaduan
keduanya (migmatit). Honeycomb structure sering dijumpai pada batuan
akibat gerusan angin dengan iklim kering di permukaan batuan.

Tiap hari kami mengoleksi 10-20 kg sampel batuan dengan jarak tempuh 5-10
km. Basecamp dibangun dengan 1 tenda besar untuk kegiatan bersama
(makan dan bekerja). Tujuh tenda kecil untuk masing-masing peserta
ekspedisi dan 2 tenda toilet.

Kalau beruntung dapat tempat datar dengan alas pasir kasar hasir dari gerusan angin pada batuan. Karena tidak ada pilihan lain biasanya dapat alas batu-batu runcing dengan kondisi miring. Baru 1 hari alas tenda an matras sudah robek.

Pada musim panas kali ini, suhu udara bervariasi dari (minus) - 5 derajat
hingga 5 derajat celcius dengan kelembaban udara 40 hingga 60 persen.
Beberapa kali kami harus bekerja seharian dalam kondisi -2 derajat
ditambah angin dingin dan hujan salju. Pada malam hari menjelang
tidur, di dalam tenda-pun suhu masih -1 hingga nol derajat. Untung ada
sleeping bag hangat sebagai penjamin tidur tetap nyenyak.

Medan berat dengan bebatuan runcing membuat 15 hari pertama kami cukup melelahkan dan sepatu baru kami sudah robek di sana-sini. 24 jam non-stop
matahari menghajar kami dan membuat wajah menjadi belang kehitaman
walaupun sudah pakai sun-blok spf 50++ setiap hari.

Kelembaban yang rendah membuat kulit di tepi kuku mudah mengelupas dan perih. Tapi rasa lelah itu tidak sebanding dengan pengalaman, ilmu, dan rasa kagum akan keagungan Tuhan.

Terimakasih atas doa dan dukungannya. Silahkan dinikmati beberapa foto
dari lokasi penelitian. Rasanya tidak cukup menyampaikan beberapa foto
ini untuk melukiskan suasana fieldwork di Antartika.