JAKARTA - Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Porli Kombes Martinus Sitompul mengatakan, ada empat kebijakan yang melahirkan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2016. Yang dengan dikeluarkannya PP tersebut menaikkan biaya pembuatan BPKB dan STNK hingga tiga kali lipat. Menurut Martinus, sejak 2010 pemerintah telah mengalokasikan kebutuhan anggaran operasional Polri yang bersumber dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Yakni dengan menetapkan PP Nomor 50 Tahun 2010.

Namun, dengan berjalannya waktu, kata Martinus, PP tersebut tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Sehingga perlu dilakukan revisi dengan beberapa pertimbangan. "Ada empat pertimbangan dalam menetapkan PP Nomor 60 Tahun 2016 itu," ujar Martinus di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (5/1).

Pertimbangan pertama, kata dia, karena temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap laporan keuangan Polri. Yakni ditemukan penerimaan dana tidak melalui mekanisme APBN sehingga tidak dapat Dipertangungjawabkan. 

"Kedua, terdapat kegiatan Polri yang belum memiliki legal standing di dalam pemungutan, sehingga perlu diakomodasi dalam daftar dan tarif jenis PNBP," ujarnya.

Kemudian yang ketiga, dia melanjutkan, yakni adanya rekomendasi BPK RI untuk melakukan revisi terhadap PP Nomor 50 Tahun 2010 tentang PNBP Polri untuk mengakomodasi PNBP yang dipungut Polri. 

Dan terakhir, tambah mantan kabid humas Polda Metro Jaya ini, mengenai tarif PP Nomor 50 Tahun 2010 yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan kenaikan harga selama lima tahun. Terutama pada harga bahan baku, misalnya untuk pembuatan STNK maupun BPKB.

"Berdasarkan pertimbangan tersebut telah dilakukan revisi dengan disahkannya PP Nomor 60 Tahun 2016 tentang jenis dan tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada Polri pada tanggal 6 Desember 2016 dan dalam PP tersebut telah terdapat penambahan jenis PNBP Polri dan kenaikan tarif pada beberapa jenis PNBP Polri, apabila dibandingkan dengan PP Nomor 50 Tahun 2010," katanya menjelaskan.