JAKARTA - Hasil pemeriksaan tim tanggap darurat Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral terhadap gerakan tanah Jembatan Cisomang menyatakan bahwa daerah tersebut termasuk zona potensi terjadi gerakan tanah tinggi. Artinya, lokasi jembatan yang berada di Desa Tenjolaut, Kecamatan Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, itu sering terjadi gerakan tanah. "Gerakan tanah lama dan baru masih aktif bergerak akibat curah hujan yang tinggi dan erosi yang kuat," kata Kepala Badan Geologi Kementerian Energi Ego Syahrial dalam siaran tertulisnya, Kamis, 29 Desember 2016.

Ego menjelaskan, gerakan tanah pada Jembatan Cisomang belakangan ini termasuk tipe lambat atau rayapan yang disebabkan oleh karakteristik batu lempung napalan dan serpih lempungan bergerak di dasar Sungai Cisomang. "Gerakan tanah terjadi sejak tahun 2012 dan terus berkembang hingga saat ini," ujarnya.

Dampak dari gerakan tanah, Ego menuturkan, adanya pergeseran pada bagian atas pilar kedua jembatan ke samping sejauh 53 sentimeter dan terbentuknya dua pola retakan, yakni vertikal dan horizontal pada pilar penyangga tubuh jembatan. Selain itu, bronjong penahan erosi sungai untuk fondasi pilar jembatan juga mengalami pergeseran.

Kondisi dari lokasi terjadinya pergerakan tanah merupakan lembah Sungai Cisomang dengan kemiringan terjal antara 30-70 derajat pada lereng sisi utara dan sebagian lereng tegak pada sisi selatan, dengan ketinggian 42 meter dari dasar sungai, dan 543 meter di atas muka laut.

Berdasarkan kondisi geologis, batuan penyusun di lokasi gerakan tanah pada bagian bawahnya merupakan batu lempung napalan berwarna abu-abu tua, dan serpih lempungan dengan kedudukan terukur N 66 E/76.

Menurut Ego, batuan telah terkekarkan kuat dengan sisipan-sisipan batu pasir kuarsa, kuarsit dan batu gamping napalan (formasi Jatiluhur). Batuan tersebut berumur miosen atas yang berbatasan secara tidak selaras pada bagian atasnya dengan breksi vulkanik hasil gunung api tua (Qob) berumur kuarter.

Adapun penyebab dari pergeseran tanah, Ego menjelaskan, adalah akibat dari gerakan tanah di tubuh batuan pada fondasi pilar jembatan. Gerakan tanah terjadi karena karakteristik batu lempung napalan dan serpih lempungan pada umumnya mempunyai sifat mudah mengembang jika jenuh air, dan pecah-pecah jika kering.

Selain itu juga disebabkan karena tiang fondasi pilar jembatan bertumpu pada kemiringan perlapisan batuan lempung pada formasi Jatiluhur.

"Kemungkinan dipicu pula oleh beban dan getaran kendaraan yang melintas di atas jembatan, kemiringan lereng yang terjal di sisi kiri kanan lembah sungai, dan adanya erosi Sungai Cisomang," kata dia.

Ego menambahkan, mekanisme gerakan tanah terjadi setelah adanya peningkatan keairan pasca turun hujan selama musim hujan. Air dari hujan dan sungai meresap masuk dan membuat jenuh tanah lapukan, maupun langsung masuk melalui kontak antara batu lempung pada bagian bawah dan batuan vulkanik di atasnya. Sehingga, bobot masa batuan dan tanah lapukan meningkat bergerak melalui bidang gelincir batu lempung napalan secara perlahan.

"Sementara aliran Sungai Cisomang ini berperan terhadap bergesernya bronjong sungai penahan erosi, sekaligus penahan pilar jembatan," kata Ego.