INFO METRO - Kondisi alamnya yang begitu elok dan kandungan sumber daya alamnya, baik di atas tanah maupun yang tersimpan di perut bumi, merupakan anugerah besar bagi tanah Papua. Namun, dengan sederet anugerah ini, rakyat Papua masih begitu-begitu saja. Masih banyak konflik terjadi dan muncul beragam perspektif yang kurang positif dari dan untuk Papua.

Berangkat dari kepedulian akan Papua, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak kekerasan (Kontras) menggali lebih dalam tentang nilai kebiasaan Papua yang bisa memberi dampak positif terhadap resolusi konflik. “Dalam proses menggalinya, kami hidup bersama masyarakat hukum adat di Papua. Kami memutuskan untuk datang ke 10 titik kabupaten di Papua dan Papua Barat,” kata Puri Kencana Putri, Wakil Koordinator Kontras Bidang Strategi dan Mobilisasi.

Sepuluh kabupaten ini memiliki kelompok adat yang masih menghidupkan nilai-nilai kebiasaan hukum adat yang sifatnya sangat positif dan konstruktif untuk merawat relasi horizontal dan vertikal. Wilayah yang didatangi dan dihidupi langsung oleh tim tersebut di antaranya Jayapura, Wamena, Fak Fak, Sorong, Timika, Boven Digoel, Nabire, dan Biak. “Di sana kami mendapatkan banyak cerita tentang harapan baik yang sebelumnya tidak pernah muncul sebagai bagian informasi yang kita dapatkan sehari-hari di Indonesia,” ujar Puri.

Untuk merekam secara langsung proses mempelajari Papua ini, Kontras bekerja sama dengan Tempo Media Group. “Kami turun bersama merekam kehidupan adat secara langsung. Kurang-lebih delapan fotografer dari Tempo berupaya memotret dan menghadirkan keseharian kelompok adat dan interaksi di Papua,” tutur Puri. Pendekatan yang dilakukan Kontras ini menarik. Sebelumnya, menurut Puri, pendekatan ke masyarakat adat sebatas pendekatan keamanan atau pembangunan.

Potret dan perspektif yang lebih mendalam ini dapat langsung diresapi dalam pameran “Suara dari Timur: Papuaku, Papuamu?” bertempat di Ground Floor Kuningan City, Jakarta Selatan. Sekitar 200 foto akan dipamerkan pada 27-30 Desember 2016. Selain pameran foto, dalam acara tersebut akan ada bincang-bincang terkait kondisi di Papua dan upaya advokasi masyarakat adat di Papua.

“Pameran ini memotret wajah Papua yang lebih humanis, lebih nyata, karena kami hidup bersama dengan mereka. Mengisahkan tentang Papua yang bukan hanya sebagai wilayah yang indah dan kaya sumber daya alam, melainkan juga wilayah yang kompleks dengan banyak tantangan, tapi juga ada banyak harapannya,” kata Puri.

Sepenggal cerita dari ekspedisi ke Papua yang berlangsung selama lebih-kurang dua bulan tersebut, Kontras dan Tempo berhasil membuat semacam dialog dengan puluhan masyarakat adat di Papua dan Papua Barat. “Fakta ini membuktikan bahwa tidak sulit sebenarnya untuk duduk bersama mendengarkan masalah, tantangan, dan harapan mereka,” tutur Puri. (*)