TERNATE - Himpunan Pemuda dan Mahasiswa Kepulauan Sula, Ternate  mempertanyakan kerja kepolisian dan kejaksaan dalam menuntasan kasus korupsi pembangunan mesjid raya Sula yang diduga melibatkan mantan Bupati Ahmad Hidayat Mus. Menurut Arman Soamole, Ketua Mahasiswa Sula, penuntasan kasus pembangunan mesjid raya Sula harus dilakukan lantaran penyidikan kasus ini sudah berjalan cukup lama. Penuntasan kasus tersebut juga sebagai bukti komitmen aparat penegak hukum dalam memberantas praktek korupsi di daerah. Selain penuntasannya bahkan bisa menjadi langkah baik untuk menghilangkan stigma buruk tentang kinerja aparat penegak hukum dalam menuntaskan kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah.

"Jadi kami meminta kasus yang diduga melibatkan mantan bupati Sula segera diselesaikan. Apalagi masyarakat Sula sudah lama mengawalnya,"kata Arman kepada TEMPO Sabtu, 17 Desember 2016.

Arman mengatakan untuk mengawal penyelesaian kasus korupsi pembangunan mesjid raya Sula, pihaknya telah membentuk tim yang bertugas memonitor perkembangan penyidikan kasus tersebut. Bahkan pihaknya siap mengugat secara hukum jika penyidikan kasus tersebut dihentikan.

"Yang jelas kasus ini akan terus kami kawal hingga selesai. Apalagi dugaan korupsinya sangat jelas dan ada yang telah diputuskan bersalah oleh pengadilan,"ujar Arman.

Fahrudin, pengiat bantuan Hukum di Sanana mengatakan mayoritas masyarakat Sula ingin kasus pembangunan mesjid raya Sula diselesaikan secepatnya. Masyarakat juga berharap aparat hukum bisa menangkap mantan bupati Sula Ahmad Hidayat Mus.
"Karena itu penuntasan kasus itu wajib hukumnya, mengingat kasus ini berhubungan dengan kepentingan umat,"kata Fahrudin.

Penuntasan kasus korupsi pembangunan Mesjid Raya Sula yang diduga melibatkan mantan Bupati Sula Ahmad Hidayat Mus selama ini prosesnya mengalami pasang-surut. Hingga Kepala Polda Maluku Utara diganti lima kali, dari Brigadir Jenderal Affan Richwanto, Brigadir Jenderal Mahfud Arifin, Brigadir Jenderal Sobri Effendi Surya, dan Brigadir Jenderal Zulkarnain serta kini Brigadir Jenderal Tugas Dwi Aprianto, kasus ini belum juga tuntas.

Kasus ini bahkan sempat dihentikan saat pemilihan kepala daerah Maluku Utara digelar pada 2013. Polisi beralasan, penghentian sementara kasus itu untuk menghindari tudingan politisasi. Dan akan dilanjutkan setelah pilkada selesai.