JAKARTA – Kenaikan harga minyak mentah membuat pemerintah harus mengutak-atik harga BBM karena terkait dengan alokasi subsidi. Namun, Direktur Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi Ditjen Migas Kementerian ESDM Setyorini Tri Hutami belum bersedia menyebutkan BBM bersubsidi jenis solar atau premium yang harganya akan naik.

"Belum ditetapkan. Tunggu saja. Lagi dihitung," katanya.

Wakil Direktur Utama Pertamina Ahmad Bambang memproyeksi potensi kenaikan harga BBM bisa mencapai Rp500 per liter.

Mungkin bahan bakar yang harganya dinaikkan adalah solar karena semestinya terjadi kenaikan sejak Oktober lalu.

Tetapi, rencana kenaikan harga solar pada Oktober diputuskan pemerintah untuk ditunda.

Sebab, Pertamina masih mampu menutupi kerugian dengan laba hasil penjualan solar pada bulan-bulan sebelumnya.

"Solar itu sebenarnya rugi pada Oktober. Tapi, kami tidak mau naikkan karena masih punya untung untuk solar," jelas Abe, sapaan akrab Ahmad Bambang.

Kini, tutur Abe, laba dari penjualan solar tidak bisa lagi digeser untuk menutupi kekurangan subsidi BBM.

Alasannya, Pertamina harus memperhitungkan laba hasil penjualan solar dalam neraca pembukuan keuangan perseroan pada akhir tahun ini.

"Nah, Januari kan sudah beda tahun. Tidak bisa digeser kan? Jadi, harus start. Pasti agak besar kenaikannya," ujarnya.

Pertamina, lanjut Abe, masih menanti kebijakan pemerintah untuk kenaikan harga BBM pada tahun depan.

"Pemerintah berani tidak menaikkan harga mengikuti harga minyak pada awal tahun baru. Tabungan laba Pertamina sudah tidak bisa dipakai buat tahun depan," ungkapnya.

Hingga kuartal ketiga 2016, Pertamina berhasil meraup laba bersih USD 2,83 miliar atau sekitar Rp 37,06 triliun.

Keuntungan tersebut melonjak 209 persen jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu, yakni USD 914 juta atau Rp 11,97 triliun.

Sementara itu, Menteri BUMN Rini Soemarno meminta Pertamina dan PLN bersinergi untuk menciptakan ketahanan energi.

Sinergi kedua perusahaan diharapkan mampu membuat biaya listrik lebih murah. Selain itu, harga energi yang sama di seluruh penjuru tanah air diharapkan bisa terwujud.

Pertamina dan PLN patut bergandengan karena masih ada pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar minyak dan gas.

Bila kedua BUMN dapat bersinergi, biaya transportasi bisa lebih murah, ekonomi lebih efisien, biaya energi primer turun, serta biaya produksi barang dan jasa lebih rendah.

’’Jika mendapatkan pembeli dengan kontrak yang panjang, Pertamina juga bisa lebih efisien. Sinergi itu mendorong efisiensi sehingga cost menurun dan harga listrik bisa rendah,’’ terangnya. (jpnn)