JAKARTA - Bencana longsor terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho merilis ada 575 bencana longsor dan memakan 177 korban selama tahun 2016. "Secara nasional selama tahun 2016 telah terjadi 575 kejadian longsor dan menimbulkan 177 orang tewas akibat longsor," kata Sutopo dalam keterangan tertulis, Selasa (6/12/2016).

Sutopo menyebutkan, longsor juga menyebabkan ratusan rumah rusak, puluhan ribu orang mengungsi. Menurutnya potensi longsor tersebut masih ada kemungkinan bertambah.

"Longsor mengakibatkan 100 orang luka-luka, 38.506 orang menderita dan mengungsi, 1.069 rumah rusak berat, 987 rumah rusak sedang, 926 rumah rusak ringan, dan puluhan bangunan umum rusak. Sutopo memprediksi kejadian longsor ini masih akan terus bertambah mengingat potensi longsor makin meningkat," jelas Sutopo.

Dalam data BNPB menyebutkan pada 2016 tren becana longsor meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Bencana longsor signifikan terjadi pada tahun 2014, sebanyak 600 bencana longsor.

Pada tahun 2012 terdapat 291 kejadian longsor, kemudian berturut-turut tahun 2013 (296 kejadian), 2014 (600), 2015 (515), dan 2016 (576 per hari ini). Namun korban jiwa tewas bervariasi tergantung dari besaran longsor yang menyebabkan korban jiwa tewas. Pada tahun 2012 longsor menyebabkan 119 jiwa tewas, kemudian tahun 2013 (190 tewas), 2014 (372 tewas, 2015 (135 tewas), dan 2016 (177 tewas).

Tingginya korban bencana longsor, Sutopo menuturkan karena banyaknya warga negara Indonesia yang tinggal di lereng-lereng dan tebing. Dari 274 Kabupaten/Kota di Indonesia, ada sekitar 40,9 juta jiwa yang tinggal di daerah rawan longsor.

"Terdapat 274 kabupaten/kota di Indonesia yang rawan longsor dengan jumlah penduduk yang tinggal di daerah rawan longsor sedang hingga tinggi sebanyak 40,9 juta jiwa. Artinya 40,9 juta jiwa masyarakat tersebut terpapar langsung dari bahaya longsor. Mereka tinggal di lereng-lereng dan tebing pegunungan dan perbukitan yang rawan longsor," jelas Sutopo.

Selain itu, menurut Sutopo, kurangnya pemahaman tentang upaya menangani bencana menjadi salah satu sebab tingginya korban. Dia meminta pemerintah mengatur tata ruang zona merah guna mengurangi korban bencana longsor.

"Ironisnya kemampuan mitigasi, baik struktural dan non struktural masyarakat tersebut masih sangat minim. Bahkan masyarakat tidak memiliki kemampuan untuk memproteksi diri dan keluarganya sehingga rentan menjadi korban longsor," ujar Sutopo.

"Permukiman harus diatur sedemikian rupa agar masyarakat tidak membangun rumah pada daerah-daerah zona merah dari longsor. Zona merah hendaknya tidak dijadikan permukiman tetapi menjadi kawasan lindung atau resapan air. Penataan ruang harus benar-benar ditegakkan jika kita ingin mengurangi risiko bencana longsor," imbuhnya. (dtc)