JAKARTA - Tahun 2016 sepertinya bukan milik Ahok. Pria bernama lengkap Basuki Tjahaja Purnama yang merupakan Gubernur non-aktif DKI Jakarta ini harus bolak balik ke kantor polisi untuk menjalani pemeriksaan. Ahok dilaporkan sejumlah ormas keagamaan terkait ucapannya saat kunjungan kerja di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu beberapa waktu lalu. Dalam sambutannya, Ahok menyinggung Surat Al-Maidah ayat 51 dan ucapannya itu dianggap menistakan agama.

Ia pun baru saja ditetapkan tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri. Sayangnya, belum rampung kasus tersebut, kini Ahok kembali dihadapkan kasus lain yakni pencemaran nama baik.

Suami Veronica Tan ini dipolisikan oleh Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) terkait perkataannya dalam sebuah media online internasional menyebut pendemo 4 November lalu dibayar Rp 500.000 per orang.

Laporan disampaikan perwakilan ACTA, Habiburokhman. Dikatakannya, pernyataan itu disampaikan Ahok dalam pemberitaan mobile.abc.net.au dengan judul berita "Jakarta Governor Ahok Suspect in blasphemy case, Indonesia Police say" yang di-posting pada Rabu (16/11).

"Di dalamnya juga terdapat rekaman video pernyataan langsung Ahok yang secara garis besar mengatakan 'It's not easy you send more than 100.000 people, most of them if you look at the news, said they got the money 500.000 rupiahs'," kata Habiburokhman. Demikian seperti dikutip dari Antara, Jumat (18/11).

Artinya, kata dia, kurang lebih "tidak mudah mengirim 100 ribu orang. Sebagian besar dari mereka, apabila anda membaca berita, mereka mendapatkan uang Rp 500 ribu."

Menurut dia, selain berisi dugaan fitnah, berita tersebut juga menggambarkan sikap Ahok sama sekali tidak merasa bersalah dan tidak menyesal atas apa yang membuat dirinya menjadi tersangka.

"Di saat situasi yang mulai mereda saat ini, Ahok malah terkesan kembali ingin menimbulkan gesekan," kata politisi Partai Gerindra itu.

"Dengan adanya kasus baru ini kami minta Mabes Polri mempertimbangkan penahanan terhadap Ahok dalam kasus pidato di Kepulauan Seribu. Ada kecenderungan Ahok akan kembali menghalangi tindak pidana yang dituduhkan kepadanya," tuturnya.

Sementara itu, Herdiansyah, pelapor dari kasus ini mengatakan, pihaknya sebagai WNI diatur untuk mengemukakan pendapatnya di muka umum dan dirinya tergerak untuk turun dalam demo 4 November itu.

"Tapi saya difitnah dengan mengatakan saya dibayar Rp 500 ribu. Tolong tunjukkan siapa yang dibayar itu dalam aksi 4 November. Saya kan peserta aksi nah saya termasuk, kalau memang Pak Ahok tahu ada yang dibayar tunjukkan siapa itu karena saya merasa itu dituduhkan karena saya peserta aksi 4 November," tuturnya.

Ahok pun menjawab. Ia mengungkapkan tak pernah menuduh. Ucapannya di media asing tersebut lantaran dapat informasi itu justru dari media massa maupun media sosial.

"Saya enggak bilang menuduh kok. Saya kan bilang sampaikan kamu baca saja berita-berita yang ada, kan sosmed-sosmed (sosial media) ada, saya enggak bilang kok (kalau massa bayaran), saya ngomong apa saja juga dipelintir," kata Ahok di Pademangan Timur, Jakarta Utara, Jumat (18/11).

Sadar kerap diplintir ucapannya, Ahok pun memilih bungkam jika ditanya di luar program Pemprov DKI.

"Saya kira ngomong program ajalah, kalau saya ngomong politik lagi, ngomong lain, pesan apapun, saya ini susah jadi orang. Aku pesan apa pun dipelintir, dibalik-balikin, langsung difitnah," ujarnya.

Mantan Bupati Belitung Timur ini heran mengapa setiap pernyataan tentang apapun sering membuatnya tersudutkan. Sehingga kini dia memilih untuk 'puasa' berkomentar atau menanggapi sesuatu.

"Jadi saya ngomong apa aja, politik, apa aja langsung difitnah, jadi mending enggak usah ngomong," pungkasnya.(mdk)