SURABAYA - Kejaksaan Tinggi Jawa Timur pengin banget menggugurkan praperadilan yang diajukan Dahlan Iskan di Pengadilan Negeri Surabaya.  Kamis (17/11) kemarin, tim penyidik Kejati sedikit nakal. Mereka terkesan memaksa Dahlan menandatangani dan menyetujui pelimpahan kasus tersebut dari penyidikan ke penuntutan, pada mantan Menteri BUMN itu wajib lapor.

Sekitar pukul 09.00 WIB, Dahlan mendatangi gedung Kejati Jatim untuk wajib lapor dua kali dalam seminggu, yakni Senin dan Kamis. Dia tiba di gedung berlantai 8 itu tanpa didampingi pengacara.

Proses lapor itu sebenarnya sangat singkat. Hanya, ketika Dahlan hendak pulang, penyidik mencegahnya. Penyidik menyodorkan sejumlah dokumen. Kepada Dahlan, penyidik menyatakan bahwa berkas tersebut merupakan pelimpahan kasus PT PWU dari tahap penyidikan ke penuntutan.

Melihat gelagat yang kurang baik, Dahlan menolak menandatanganinya. Sebagai wartawan yang pernah berkecimpung di dunia hukum, Dahlan memahami bahwa pelimpahan kasus tahap kedua dari penyidik kepada jaksa penuntut umum tidak bisa dilakukan tanpa didampingi pengacara. Karena itulah, meski jaksa terus memaksa untuk meneken dokumen, Dahlan bersikukuh menolak.

Termasuk ketika jaksa memaksa untuk menandatangani berita acara penolakan penandatanganan dokumen pelimpahan. Dahlan pun menolak membubuhkan tanda tangan. Proses pemaksaan itu memakan waktu berjam-jam. Dahlan tetap tidak dibolehkan meninggalkan gedung Kejati Jatim sampai mau meneken dokumen tersebut. Jaksa akhirnya angkat tangan dan mempersilakan mantan menteri BUMN itu pulang.

Pemaksaan tersebut terdengar sampai ke telinga tim kuasa hukum Dahlan. Indra Priangkasa, juru bicara tim kuasa hukum Dahlan, mengaku tidak mengetahui bahwa kemarin ada agenda pelimpahan tahap kedua oleh jaksa.

Sebab, tidak ada pemberitahuan bahwa penyidik akan melimpahkan kasus tersebut ke tingkat penuntutan. ’’Makanya, kami (tim kuasa hukum, Red) tidak mendampingi. Mosok absen saja didampingi,’’ ujarnya.

Indra menyatakan, langkah jaksa yang memaksakan untuk melimpahkan kasus tersebut melanggar KUHAP. Seharusnya, lanjut dia, pelimpahan dari penyidikan ke penuntutan dilakukan dengan mengirimkan surat panggilan terhadap tersangka lebih dahulu. Panggilan itu menjelaskan kepentingan dan acara.

Menurut dia, sampai kemarin, tidak ada sepucuk surat pun yang diterima Dahlan maupun tim hukumnya terkait dengan pelimpahan tahap kedua. Selain itu, dalam pelimpahan tersebut, tersangka harus didampingi pengacara. Karena itulah, Indra salut atas sikap Dahlan yang menolak membubuhkan tanda tangan.

Dia menilai langkah jaksa tersebut merupakan bentuk pelanggaran hukum. Dia justru bertanya-tanya mengapa penyidik tampak terburu-buru melimpahkan perkara tersebut, sedangkan sidang praperadilan masih berlangsung.

’’Saya melihat itu motif lama. Kejati berupaya menggugurkan praperadilan. Kalau kejati punya alasan hukum dalam penetapan tersangka, tentunya berani diuji dalam sidang praperadilan,’’ jelasnya.

Indra menganggap berkas Dahlan masih masuk dalam tahap penyidikan. Karena itu, pelimpahan tersebut tidak memenuhi syarat. Apalagi, sampai sekarang Dahlan belum mengajukan ahli dan saksi yang meringankan. Kalaupun jaksa menyatakan sudah dilimpahkan, dia memastikan pelimpahan itu tidak sah.

’’Kalau mau menegakkan hukum, ya semangatnya menegakkan hukum. Bukan semangat bernafsu menghukum,’’ tegasnya.

Sampai berita ini diracik, Kejati Jatim belum memberikan keterangan resmi mengenai pemaksaan tersebut. Plt Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jatim Roy Arizyanto tidak mengangkat telepon meski empat kali dihubungi dan terdengar nada masuk hingga tadi malam. (jpnn)