JAKARTA - Peraturan Mahkamah Agung (Perma) tentang Tanggung Jawab Pidana Korporasi menjadi pedoman bagi KPK dalam menjerat korporasi yang terlibat tindak pidana korupsi (tipikor).

Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif. Laode mengatakan, setelah Perma disahkan, aparat penegak hukum, baik KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian tidak lagi ada keraguan untuk menetapkan korporasi sebagai pelaku tipikor.

"Selama ini karena belum ada guidance yang cukup karena hanya disebutkan dalam UU Tipikor bahwa korporasi bisa bertanggung jawab, TPPU juga begitu, tetapi bagaimana mengoperasionalkannya dalam KUHAP itu belum ada," kata Laode di Jakarta, Selasa 15 November 2016.

Seperti dikutip Antara, KPK bersama Mahkamah Agung serta Kepolisian dan Kejaksaan pun bersama-sama membuat Peraturan MA sebagai dasar untuk menentukan pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi yang terlibat tindak pidana korupsi.

Dalam seminar bertajuk Kedudukan dan Tanggung Jawab Pidana Korporasi dalam Tindak Pidana Korupsi itu, Laode mengatakan, penyidik akan lebih berkekuatan firm untuk menetapkan korporasi maupun perusahaan sebagai subjek hukum atau terdakwa.

Menurut dia, sebelum ada Perma, penyidik memiliki kendala dalam surat dakwaan yang harus menentukan nama pelaku, jenis kelamin, agama, tempat tanggal lahir dan unsur identifikasi lainnya.

"Bukan cuma KPK, Polisi dan Kejaksaan juga akan menjadi lebih firm. Kalau sekarang kan liat ada nama, agama, kalau korporasi gimana? karena dalam KUHAP tidak dijelaskan," ujar Laode.

Laode menambahkan Perma juga nantinya akan mengatur tentang prosedur pengumpulan bukti-bukti dan dokumen untuk menjerat korporasi yang terlibat tipikor.

Pengumpulan bukti tersebut dilakukan dengan antara lain menghimpun anggaran dasar/rumah tangga (AD/ART), lokasi pendaftaran nomor akun rekening dan segala transaksi yang dilakukan korporasi. ***