JAKARTA - Ketua Dewan Pers, Yosep "Stanley" Adi Prasetyo menegaskan, pihaknya akan mengkaji ulang soal tayangan breaking news atau sekilas info di media televisi yang disebutnya selama ini sudah keluar dari pakem. "Judulnya breaking news, tapi berjam-jam. Isi siarannya tidak menggambarkan sekilas info atau breaking news," tegas Stanley di kantor Dewan Pers, Jakarta, Selasa (15/11/2016).

Menurutnya selama ini telah terjadi kesalahan fundamental dalam penggunaan breaking news. Ia mencontohkan, dalam kasus sidang "Kopi Sianida Jessica", stasiun televisi menayangkan dalam program breaking news, namun berjam-jam lamanya, sejak pagi hingga tengah malam.

"Breaking news itu kan paling lama hanya beberapa menit saja. Ini kesalahan pakem," ucapnya.

Selanjutnya, kata Stanley, Dewan Pers juga akan membuat kajian ulang soal siaran live di televisi tentang kerusuhan atau unjuk rasa. Penelitian menunjukkan bahwa ada dampak siaran langsung di televisi terhadap perilaku agresif massa aksi, sekaligus menjadi ajakan bagi massa untuk bersama-sama hadir melakukan tindakan berupa penyerangan.

"Reportase live juga harus dikaji ulang. Kita akan pelajari bersama-sama soal itu. Ada kaitan antara liputan langsung dengan psikologis massa," ujarnya.

Ia juga menghimbau, agar seluruh media di tanah air, baik elektronik maupun cetak untuk tidak menjadikan informasi di media sosial menjadi bahan berita. Informasi di media sosial hanya bisa dijadikan bahan pemberitaan jika sudah dilakukan verifikasi dan validasi terlebih dahulu. (rmol)