PARA ulama sepakat, hukum meminjamkan hewan pejantan kepada pemilik hewan betina, dengan maksud supaya hewan pejantan tersebut mengawini hewan betina, tanpa adanya kompensasi upah apapun, adalah boleh.

Hal ini sebagaimana dalam hadist: Dari Abi Kabsyah Al-Anmari, berkata Pinjamkanlah kudamu padaku, karena aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi waasallam bersabda, "Barang siapa yang meminjamkan kuda pejantannya secara cuma-cuma, lalu kuda betina yang dibuahi itu berketurunan, maka pemilik kuda jantan tersebut akan mendapatkan pahala tujuh puluh kuda yang dijadikan sebagai binatang tunggangan di jalan Allah. Jika tidak berketurunan maka pemilik kuda pejantan akan mendapatkan pahala seekor kuda yang digunakan sebagai hewan tunggangan di jalan Allah. (HR. Ibnu Hibban)

Namun bagaimana hukumnya, apabila si peminjam memberikan hadiah kepada pemilik hewan pejantan, sebagai rasa terimakasihnya telah dipinjami hewan pejantan dan mengawini hewan betinanya? Ulama berpendapat bahwa hukumnya boleh, dengan syarat bahwa hadiah tersebut bukanlah sewa, namun benar-benar hadiah yang diberikan tanpa adanya perjanjian pemberiah imbalan dengan besaran tertentu.

Hal ini di dasarkan pada hadis dari Anas bin Malik dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:

Dari Anas bin Malik berkata bahwa seseorang dari kabilah Kilab bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam perihal upah kawin pejantan. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarangnya. Kemudian ia berkata, Wahai Rasulullah, kami meminjamkan hewan pejantan (untuk tujuan pengawinan), lalu kami mendapatkan hadiah? lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memperbolehkannya hadiah tersebut. (HR. Turmudzi)

Oleh karena hukum jual beli sperma atau upah kawin pejantan adalah dilarang, maka upah atau harga jual belinya adalah juga terlarang juga. Karena ketika Allah Ta'ala mengharamkan sesuatu, maka Allah haramkan juga harga atau keuntungan dari proses jual beli sesuatu tersebut.

Jadi, keuntungan atau upah kawin pejantan adalah tidak sah secara syariah, karena termasuk usaha yang dilarang secara syariah. Wallahu 'alam. (Ust. Rikza Maulan, Lc., M.Ag)***