JAKARTA - Dewan Pers telah merampungkan survei indeks  kemerdekaan pers (IKP) di Indonesia tahun 2015. Hasilnya, IKP Indonesia tahun 2015 berada pada angka 62,81 atau agak bebas.

Dari survei IKP yang dilakukan di 24 provinsi, terungkap bahwa selama tahun 2015, media massa di daerah masih 'menyusu' ke pemerintah daerah (Pemda).

''Media massa di daerah hidupnya sangat tergantung pada dana pemerintah daerah, baik berupa iklan, advertorial maupun kerja sama halaman,'' jelas Komisoner Dewan Pers Ratna Komala dalam konferensi pers Indeks Kemerdekaan Pers 2015, di Gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (19/10).

Dikatakan Ratna, aspek ekonomi lebih besar memberikan intervensi ke ruang-ruang redaksi dibandingkan aspek politik, hukum dan lain-lain.

''Aspek ekonomi ini akhirnya mempengaruhi keputusan-keputusan editorial media massa. Ini menjadi salah satu kendala khas media di daerah," kata Ratna.

Ketua Dewan Pers Yoseph Adi Prasetyo menegaskan, pihaknya akan mendorong asosiasi perusahaan media, baik televisi, cetak maupun elektronik untuk segera membenahi persoalan ini.

''Dewan Pers akan meminta seluruh asosiasi media untuk mendorong perusahaan media yang menjadi anggotanya membuat suatu kebijakan untuk menghindari pencemaran kebijakan ruang redaksi oleh hal-hal yang bersifat advertorial atau iklan,'' kata pria yang akrab disapa Stanley itu.

"Dewan Pers tidak bisa mengintervensi pemilik media, namun melalui aosiasi media, Dewan Pers bisa mendorong ruang redaksi bebas dari intervensi,'' sambungnya.

Sementara peneliti sekaligus penanggung jawab riset Indeks Kemerdekaan Pers 2015 Anton Prajasto, mengatakan, IKP Nasional 2015 pada posisi agak bebas, bukan berarti baik, tapi juga tidak buruk. ''Salah persoalan adalah masih buruknya akses sejumlah komunitas terhadap media dan informasi yang disampaikan media massa,'' ujarnya.

Dari segi kualitas, lanjut Anton, kemerdekaan pers masih dibayangi persoalan lemahnya kemandirian rapat redaksi dari intervensi pemilik media. ''Secara umum, tingkat kesejahteraan wartawan juga sangat rendah,'' tambah Anton.***