MANBIJ - Koran Prancis, The Liberation, menyebut Presiden Filipina Rodrigo Duterte sebagai “presiden pembunuh berantai” mengacu kritik atas perang melawan narkoba. Julukan itu memicu kemarahan dari para pendukung Duterte di Filipina. Dalam laporan di halaman depan, media Prancis tersebut menyoroti dugaan pelanggaran hak asasi manusia dan pembunuhan di luar hukum dalam perang melawan narkoba yang dikobarkan Duterte di Filipina. Laporan media Prancis ini tak lepas dari kritik internasional atas perang narkoba yang merenggut ribuan orang, baik pecandu maupun gembong narkoba.

Dalam sebuah wawancara kemarin dengan DZMM, Menteri Dalam Negeri Filipina; Mike Sueno, mengatakan sebutan Duterte sebagai seorang pembunuh berantai adalah ”terlalu berlebihan”. ”Mereka tidak mengerti masalah kita,” kata Sueno mengomentari laporan media Prancis tersebut.

Artikel dengan judul ”Rodrigo Duterte, the serial killer president” itu juga menuduh “algojo maut” di Davao membantu Duterte membersihkan kota dari pemberontak.

Dalam sebuah pernyataan, juru bicara kepresidenan Filipina; Ernesto Abella, mengatakan; ”Artikel tidak bertanggung jawab dan menunjukkan kurangnya pemahaman tentang kondisi lokal.”

Korban tewas terbaru dalam perang melawan narkoba di Filipina hingga saat ini hampir mencapai 3.700 orang. Hampir separuh dari jumlah korban tewas itu merupakan hasil operasi polisi, sedangkan sisanya dilakukan oleh kelompok yang main hakim sendiri yang mendukung Duterte membersihkan narkoba di Filipina.

Sueno mengkritik penggunaan istilah ”pembunuhan di luar hukum” dengan asumsi pembunuhan seperti itu dibiarkan oleh pemerintah Filipina. Menurutnya, para tersangka narkoba tewas karena mereka berperang dengan polisi. 

”Adapun orang lain, mereka memusnahkan satu sama lain karena mereka takut ditunjuk (bersalah),” katanya, seperti dikutip Philstar, Senin (10/10/2016)