JAKARTA - Terungkapnya kejahatan penjualan anak-anak di bawah umur untuk melayani nafsu bejat kaum gay, menghebohkan publik di Tanah Air. Sebab, ini merupakan bisnis prostitusi jenis baru dan korbannya cukup banyak.

Direktur Tindak Ekonomi dan Khusus, Bareskrim Brigadir Jenderal Agung Setya menyebutkan ada 99 anak yang menjadi korban prostitusi kaum gay. "Hasil cyber kami menemukan satu akun Facebook yang menawarkan anak-anak di bawah umur," kata Agung kepada wartawan di kantornya, pada Rabu, 31 Agustus 2016.

Dalam kasus tersebut, polisi menetapkan satu tersangka, berinisial AR, yang berperan sebagai mucikari.  Tersangka ini pernah dihukum dengan kasus yang sama. Hanya saja, kasus sebelumnya AR memperjualbelikan perempuan. "Yang sekarang ini laki-laki. Ini penyimpangan luar biasa," ujar Agung.

Pada Selasa siang, 30 Agustus 2016, penyidik Bareskrim menangkap AR di sebuah hotel di Desa Cipayung Datar, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor.  Saat itu, AR datang dengan enam anak laki-laki di bawah umur dan satu lelaki berusia 18 tahun.

Dari pemeriksaan, polisi menemukan bukti berupa 99 nama korban AR yang berasal dari beberapa daerah. Mereka rata-rata berusia 13 hingga 15 tahun ke bawah. Sebagian besar korban berasal dari Jawa Barat.

Kabareskrim, Komjen Pol Ari Dono Sukmanto menjelaskan anak-anak tersebut masih berada di bangku sekolah, dimana satu orang anak putus sekolah. Mereka berasal dari keluarga yang kurang mampu.

Ke-99 anak itu tidak dikumpulkan dalam satu rumah, melainkan bersama keluarganya masing-masing. Mereka akan dipanggil atau dihubungi oleh AR apalagi ada pelanggan.

Polisi menemukan seragam sekolah di dalam tas milik salah seorang anak laki-laki itu. Polisi mengamankan 4 unit ponsel genggam pelaku dengan simcard, buku tabungan, 1 unit ponsel genggam korban.

Agung menjelaskan, AR telah melakukan kejahatannya selama satu tahun belakangan. Biasanya, ia menawarkan anak-anak tersebut kepada warga negara asing melalui komunikasi jejaring Facebook dan media sosial lainnya.

Konsumen tersebut membayar uang muka melalui transfer bank. Adapun tarif yang disepakati sekitar Rp1,2 juta. Namun, korban hanya mendapatkan komisi Rp 100-200 ribu.

Selain AR, polisi akan menjerat konsumen atau pengguna jasa anak-anak tersebut dengan Undang-Undang Perlindungan Anak.  Berdasarkan undang-undang itu, perilaku yang sifatnya cabul pada anak adalah kejahatan.  "Kita ingin fokus ke sini. Bahwa para pengguna ini juga sesuatu yang menyimpang dan ini kejahatan. Hal yang akan kita kembangkan siapa pengguna ini,"  ujar Agung.

Namun begitu, Agung melanjutkan, pihaknya masih mendalami dan menelusuri siapa pelanggan prostitusi anak. Termasuk apakah pelanggan prostitusi anak ini merupakan wisatawan maupun WNA mengingat penggrebekan dilakukan di wilayah Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Kesaksian Pengelola Hotel

Pihak pengelola Hotel mengatakan, para pelaku datang bersama teman-temannya pada Selasa (30/8) sekitar pukul 14.00 WIB. Pada saat yang sama, beberapa anggota kepolisian dari Mabes Polri sudah berada di lokasi untuk melakukan penangkapan.

"Jadi yang datang duluan itu, polisinya. Pas anak-anak itu datang, langsung disergap," kata Boboy, salah satu pengelola hotel saat ditemui di lokasi penangkapan Rabu (31/8/2016).

Boboy mengatakan, berdasarkan keterangan stafnya, pelaku AR yang ditangkap pihak Mabes Polri baru kali itu datang ke hotelnya.

"Tidak ada reservasi sebelumnya. Mereka benar-benar baru datang ke sini. Belum pernah datang juga sebelumnya. Jadi tidak mungkin kalau di sini jadi tempat mangkal mereka," terang Boboy.

"Saya juga kaget, kok ada prostitusi gay. Kalau perempuan kan banyak, sudah biasa. Kalau ini saya baru dengar," sambungnya.

Hentikan Bersama-sama

Sementara itu, Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa melakukan pertemuan tertutup dengan jajaran Bareskrim Mabes Polri pada Rabu, 31 Agustus 2016.  "Eksploitasi seks gay virtual ini baru pertama kali terjadi, sehingga kita perlu menghentikannya bersama-sama," ujar Khofifah dalam jumpa pers usai pertemuan.

Khofifah mengaku kaget dengan pengungkapan kasus ini. Orang tua diimbau untuk mewaspadai agar anaknya tidak terjerat dalam praktik seperti ini.  "Sekarang banyak anak-anak yang perilaku konsumtif, hedon. Kami prihatin, kaget atas kasus ini," ucapnya.

Menteri Sosial menjelaskan sebelumnya, ada paedofil yang dijadikan satu paket dengan industri wisata. "Ini trafficking in children, ini harus diwaspadai orang tua. Tanggung jawab utama dan pertama (untuk mencegah) itu ortu," ujarnya.  

Tugas Kementrian Sosial, katanya, pada proses rehabilitasinya. Anak-anak yang menjadi korban itu akan dipsikoterapi di RPSA Kemensos.

Khofifah mengatakan, tujuh anak itu saat ini sedang menjalani tes kesehatan. "Sekarang lagi nunggu hasil tes kesehatan, semoga enggak ada yang terinfeksi HIV," ujarnya. ***