RIO DE JANEIRO - Pasangan ganda campuran Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir akhirnya jadi pahlawan Indonesia di ajang Olimpiade Rio de Janeiro 2016. Mereka berhasil meraih medali emas di cabang bulutangkis setelah mengalahkan pasangan Malaysia Chan Peng Soon/Goh Liu Ying di final, Rabu (17/8/2016).

Padahal, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir terlihat tak akur menjelang Olimpiade 2016. Namun, di Rio de Janeiro ini keduanya klop, Liliyana bisa percaya sepenuhnya kepada Tontowi.

Ketidakakuran Tontowi dan Liliyana mulai muncul justru ketika mereka tengah berada dalam periode pengumpulan poin Olimpiade. Imbasnya, hasil-hasil kurang bagus pun dituai. Mereka sulit menjadi juara sepanjang tahun 2016 dengan cuma sekali meraih titel, yakni di Malaysia Terbuka.

Dalam beberapa laga, Liliyana dan Tontowi kerap cekcok di tengah lapangan. Liliyana yang biasanya meluapkan kemarahan, sementara Tontowi tak bisa meredamnya. Di luar lapangan Liliyana kerap menyindir Tontowi dengan menyebut pemain asal Banyumas, Jawa Tengah itu tak ingin juara lagi. Sang pelatih Richard Mainaky juga pernah mengutarakan kekhawatirannya kepada Tontowi yang kurang menunjukkan daya juang untuk menjadi juara.

Richard bahkan mengakui kehabisan langkah untuk mengubah situasi itu. Saat waktu makin pendek, Richard memanfaatkan seorang psikolog untuk menangani kedua pemain pemain itu. Dia kemudian menyebut komunikasi dua pemain itu telah membaik.

Nah, kejadian di lapangan dalam final ganda campuran cabang bulutangkis antara Tontowi/Liliyana dengan pasangan Malaysia Chan Peng Soon/Goh Liu Ying pada Rabu (17/8/2016) menjadi bukti perubahan itu. Liliyana bisa menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada Tontowi.

"Pressure di olimpiade memang luar biasa, walaupun sudah berpengalaman main di olimpiade, pasti ada beban, tekanan tinggi. Apalagi kami tinggal sendiri, dan hari ini adalah hari kemerdekaan Indonesia, maunya kami memberikan yang terbaik. Pokoknya perasaannya campur aduk lah," tutur Liliyana seperti dikutip Badminton Indonesia.

"Saya akui waktu masuk lapangan, saya merasa tegang, di awal mainnya juga kurang lepas. Tetapi waktu sudah 'panas', saya bisa jaga tempo permainan, lebih rileks dan jaga kekompakan dengan Owi," tambahnya.

Perolehan skor Tontowi/Liliyana di game kedua sempat nyaris terkejar oleh Chan/Goh, 12-10. Menang dengan skor meyakinkan, siapa sangka ternyata Tontowi/Liliyana sempat 'goyang' di pertengahan game kedua. Apa yang membuat mereka bangkit?

"Waktu di game kedua, kondisinya itu kami lebih enak untuk menyerang, kalau main bertahan agak kurang aman. Jadi waktu di depan net, bagaimana caranya saya harus menurunkan bola. Tetapi ternyata sudah dijagain oleh lawan, saya yang maksa menurunkan bola, malah jadi mengangkat bola, saya terpancing dan buru-buru," kata Liliyana.

"Saat itu Owi berkata kepada saya 'Nggak apa-apa cik, saya siap back-up di belakang. Cik Butet tenang aja jaga di depan. Cici lebih unggul kok (permainan) depannya'. Kata-kata Owi ini membuat saya makin semangat dan percaya diri. Setelah break, saya rileks saja, toh di game pertama saya sudah menang juga, seharusnya lawan yang under pressure," ungkap Liliyana.

Kekompakan Liliyana dan Tontowi berbuah manis. Mereka berhasil meraih emas. Apalagi bagi Liliyana emas itu amat spesial. Sebab, dengan usianya yang akan genap 31 tahun pada bulan September nanti bisa jadi ini adalah Olimpiade terakhirnya. ***