JAKARTA - Terorisme dianggap sudah tidak mengenal batas. Untuk membahas penanganan masalah terorisme lintas batas ini, Indonesia mengundang 23 negara untuk menghadiri International Meeting on Counter-Terrorisme yang akan dihelat di Bali pada 10 Agustus mendatang. “Pertemuan ini ingin menunjukkan komitmen Indonesia untuk memerangi terorisme dengan strategi holistik. Pertemuan ini akan back to back dengan Counter-Terrorism Financing yang akan dibuka oleh Presiden Joko Widodo,” ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir, dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (4/8).

Kepala Subdit Penanggulangan Terorisme Direktorat Keamanan Internasioonal dan Perlucutan Senjata dari Kementerian Luar Negeri, Gatot Amrih Djemiri, kemudian menjabarkan bahwa 24 negara tersebut terdiri dari Australia, Amerika Serikat, Belanda, Belgia, Brunei Darussalam, Kanada, Filipina, Inggris, Irak, Singapura, Malysia, Nigeria, Pakistan, Rusia, Perancis, Cina, Arab Saudi, Spanyol, Thailand, Turki, dan Vietnam, serta dua organisasi internasional, yaitu Perserikatan Bangsa-Bangsa dan ASEAN.

“Dari 24 negara itu, baru 15 negara yang mengonfirmasi kehadirannya. Yang belum itu Perancis, Rusia, Irak. Yang sudah konfirmasi itu di antaranya Amerika Serikat dan Turki,” tutur Gatot.


Turki sendiri selama ini menjadi sorotan dalam masalah terorisme lintas negara. Kedekatan wilayah mereka yang berbatasan langsung dengan Suriah, tempat di mana perang sipil berkecamuk hingga ISIS tumbuh subur, menjadi salah satu akar masalah berkembangnya terorisme di negara itu.

Gatot tak merinci siapa yang akan mewakili Turki dalam pertemuan tersebut. Namun, IMCT sendiri merupakan pertemuan tingkat menteri.

Sementara itu, menurut Gatot, AS sendiri akan mengirimkan koordinator masalah terorisme dari Departemen Keamanan mereka. Australia juga sudah mengonfirmasi bahwa negara mereka akan diwakili oleh Jaksa Agung serta Menteri Kehakiman, Michael Keenan.

Dalam pertemuan yang dipimpin oleh Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan RI ini, setiap perwakilan negara akan memaparkan keadaan di wilayah mereka.

Setelah itu, semua peserta akan membahas kerja sama untuk menanggulangi terorisme lintas batas negara dalam tiga komoditas utama, yaitu barang, uang, dan individu teroris itu sendiri.

“Indonesia sendiri akan memaparkan apa saja yang sudah dilakukan. Lalu kita akan bahas kerja sama seperti apa yang betul. Mungkin sharing information antar unit intelijen,capacity building aparat. Yang penting, kita belum ada monitoring setelah ada pelatihan-pelatihan atau workshop. Belum ada monitoring hasil pelatihan,” kata Gatot.

Gatot kemudian menjelaskan bahwa masalah ini sangat penting bagi Indonesia. Pasalnya, di Indonesia sudah terdeteksi ada delapan militan asing dari Muslim Uighur, empat di antaranya sudah ditangkap.

“Itu harus dideteksi, masuk lewat mana, perbatasan mana yang harus dijaga dan dicegah. Itu harus bekerja dengan negara-negara sahabat,” tutur Gatot.

Selain pergerakan individu teroris, salah satu aspek penting dalam terorisme lintas batas negara adalah arus pendanaan. Oleh karena itu, akan diadakan pula Counter-Terrosim Financing Summit yang akan dipimpin oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Dari 35 negara yang diundang, 20 di antaranya sudah mengonfrimasi kehadiran. Selain Amerika Serikat, negara-negara Timur Tengah juga akan menghadiri pertemuan ini, termasuk Arab Saudi.

Pertemuan ini akan dibuka oleh Menteri Luar Negeri RI, Retno LP Marsudi. “Dalam pembukaan, Menlu akan menyampaikan apa saja yang sudah kita lakukan selama ini. Intinya, penguatan yang penting adalah kerja sama antar Financial Intelligence Unit dalam pencegahan pendanaan terorisme. Kerja sama harus ada, jika tidak, kita tidak bisa tangani sendiri-sendiri,” katanya.

Agar pertemuan ini bisa mendapatkan hasil yang komprehensif, Indonesia juga turut mengundang berbagai lembaga keuangan internasional, seperti IMF dan World Bank.

Di akhir pertemuan, IMCT dan CTF akan menghasilkan dua dokumen berbeda. Hasil CTF dituangkan dalam Nusa Dua Statement, sementara IMCT akan menghasilkan Chairman Statement.

Kedua dokumen ini nantinya akan dibawa ke Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa