PERLU dibedakan antara lupa mandi junub dengan tidak tahu hukum mandi junub. Orang yang tahu hukum mandi besar, dan dia memahami orang yang junub wajib mandi besar, kemudian suatu ketika dia salat tanpa mandi karena lupa, maka dia berkewajiban mengqadha salat yang telah dia kerjakan tanpa mandi junub itu. Berbeda dengan orang yang tidak tahu hukum mandi wajib. Misalnya, ada orang yang tidak tahu bahwa ketika keluar mani wajib mandi, kemudian dia salat hanya dengan berwudhu. Dalam kasus ini, ulama berbeda pendapat, apakah dia wajib mengulangi salatnya ataukah tidak, insya Allah akan kita bahas lebih rinci pada penjelasan di bawah ini.

Kedua, tidak tahu hukum mandi besar

Suci dari hadas besar dan kecil merupakan syarat sah salat. Orang yang keluar mani dan dia tidak mandi junub, masuk dalam kasus, orang yang meninggalkan salah satu syarat sah salat.

Ketika seseorang tidak mandi junub karena dia tidak tahu hukumnya, berarti dia meninggalkan salah satu syarat sah salat, karena tidak tahu.

Ulama berbeda pendapat tentang status ibadah orang yang meninggalkan syarat sah salat, karena tidak tahu hukumnya.

1. Dia wajib mengqadha semua salat yang dia kerjakan

Ini adalah pendapat mayoritas ulama, di antaranya syafiiyah dan hambali.

Ar-Ramli (w. 1004 H) ulama madzhab Syafii mengatakan,

Bahwa syarat ibadah itu tidak menjadi gugur karena pelakunya tidak tahu atau karena lupa. (Nihayatul Muhtaj, 4/446).

Demikian pula yang disampaikan Ar-Ruhaibani (w. 1243 H) ulama madzhab hambali mengatakan,

Syarat salat tidak menjadi gugur, baik ditinggalkan secara sengaja, karena lupa, atau karena tidak tahu. (Mathalib Uli an-Nuha, 1/305).

2. Dia tidak wajib mengqadha salat yang dia kerjakan

Ini adalah pendapat Syaikhul Islam (w. 728 H). Salah satu dalil yang beliau sampaikan adalah firman Allah,

Aku tidak akan memberikan siksaan, hingga Aku mengutus seorang rasul. (QS. Al-Isra: 15).

Status orang yang tidak tahu hukum, sebagaimana orang yang belum mendengar dakwah rasul. Syaikhul Islam mengatakan,

Ketika ada orang yang tidak bersuci (mandi atau wudhu), karena dia tidak tahu dalilnya, misalnya, dia makan daging unta dan dia tidak berwudhu, apakah dia wajib mengulang salat yang telah dia kerjakan (karena tidak tahu bahwa makan daging unta termasuk pembatal wudhu)? Ada dua riwayat dari Imam Ahmad dalam masalah ini.

Kasusnya sebagaimana orang yang memegang kemaluan, lalu dia salat (tanpa wudhu). Kemudian dia baru tahu, ternyata dia harus wudhu setelah memegang kemaluan.

Pendapat yang kuat dalam semua kasus ini, dia tidak wajib mengulangi salatnya, karena; (1) Allah mengampuni orang yang salah dan lupa, (2) karena Allah berfirman, yang artinya, Aku tidak akan memberikan siksaan, hingga Aku mengutus seorang rasul. Karena itu, orang yang belum mengetahui perintah Rasul dalam satu tertentu, maka dia tidak mendapatkan kewajiban melakukan perintah itu.

Kemudian, Syaikhul Islam menyebutkan beberapa dalil dari hadis Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

Oleh karena itu, pada peristiwa ketika Umar dan Ammar bin Yasir mengalami junub, kemudian Umar tidak salat dan Ammar bergulung di tanah agar bisa salat Subuh, Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidaklah memerintahkan keduanya untuk mengulangi salat mereka. Demikian pula, ketika Abu Dzar junub kemudian dia tidak salat beberapa hari, Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak memerintahkan beliau untuk mengulangi salatnya. Demikian pula, ketika ada sahabat yang terus makan di malam bulan Ramadan, hingga melebihi batas fajar, karena dia selalu melihat dua utas tali hitam dan putih, Nabishallallahu alaihi wa sallam tidak memerintahkannya untuk mengqadha puasanya. Termasuk kasus para sahabat yang salat menghadap ke Baitul Maqdis karena tidak tahu bahwa syariat itu telah dihapus, beliau tidak perintahkan untuk mengulangi salatnya. (al-Fatawa al-Kubro, 2/48).

Dari Ibnu Abdirrahman, beliau menceritakan, bahwa ada seseorang yang junub, kemudian dia bertanya kepada Umar bin Kahatab radhiyallahu anhu, Saya junub, sementara saya tidak memiliki air? Jawab Umar, Jangan salat. kemudian Ammar mengingatkan,

Mungkin kamu masih ingat, ketika kita dalam perjalanan, kemudian kita junub. Ketika itu, kamu tidak mau salat. Sementara aku bergulung di tanah, lalu aku salat. Kemudian aku mendatangi Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dan aku ceritakan hal itu. Lalu beliau bersabda, Sebenarnya kamu cukup melakukan begini. (lalu beliau mengajari cara tayammum). Beliau tepukkan telapak tangannya sekali, beliau tiup, kemudian beliau usapkan ke tangan, kemudian beliau usapkan ke wajah. (HR. Nasai 319 dan dishahihkan al-Albani).***