SEMARANG - Fina Larasanti (21) telah membuktikan bahwa kemiskinan tidak menjadi halangan untuk berprestasi. Putri pemulung itu berhasil menyelesaikan pendidikannya di Jurusan Ilmu Politik dan Kewarganegaraan, Universitas Negeri Semarang, dengan predikat cum laude. Fina adalah anak kedua dari Misiyanto (47), yang sehari-hari bekerja sebagai pemulung di Kelurahan Sumurejo, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang, Jawa Tengah.

"Saya sudah biasa membantu orangtua menata dan memilah barang-barang bekas kalau sedang tidak masuk kuliah. Saya tidak malu karena orangtua segalanya bagi saya, apa pun pekerjaannya," ujar Fina, lulusan SMA Negeri 12, Gunungpati, Semarang, Kamis (28/7/2016).

Anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Misiyanto dan Siti Suwanti (45) itu dinilai para dosen di Universitas Negeri Semarang (Unnes) sudah menembus batas.

Ia mematahkan anggapan bahwa anak dari keluarga kurang mampu jarang yang berprestasi. Kemiskinan justru pendorong bagi Fina untuk memacu diri menjadi lulusan terbaik di Unnes.

Fina lulus dengan skripsi berjudul "Marketing Politik Pasangan Calon Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi dan Wakil Wali Kota Hevearita Gunaryanti". Setelah lulus dari Unnes, Fina berharap bisa mendapatkan beasiswa agar bisa melanjutkan ke jenjang sekolah lebih tinggi.

Hal itu persis seperti yang dijalani di Unnes untuk jenjang S-1. Gadis ini mendapatkan beasiswa Bidik Misi untuk mahasiswa berprestasi dari kalangan tidak mampu pada tahun kedua.

"Saya berkeinginan kuliah ilmu politik lagi. Kalau tidak ke Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, saya berkeinginan memperoleh beasiswa supaya bisa melanjutkan pascasarjana di Nasional University of Singapore," kata Fina.

Ketertarikannya pada ilmu politik tidak hanya sekadar minat. Dengan berpolitik, ia yakin berpeluang besar memperbaiki nasib bangsa. "Supaya tujuan politik itu tercapai tentunya membutuhkan etika yang baik bagi mereka yang memiliki profesi di bidang politik," katanya.

Rektor Unnes Fathur Rokhman menyatakan siap memfasilitasi keinginan Fina melanjutkan kuliah ilmu politiknya. "Fina itu contoh yang luar biasa. Keberhasilan Fina merupakan bukti bahwa kemiskinan tidak menghalangi mereka yang tekun untuk meraih prestasi tertinggi," katanya.

Fina diwisuda bersama 1.460 mahasiswa dari berbagai jurusan di Unnes, Rabu (27/7/2016). Dengan nilai IPK 3,77, Fina menempati peringkat kedua lulusan terbaik dari keluarga miskin di Unnes. Sebelumnya, pada 2014, Raeni, putri seorang tukang becak asal Kabupaten Kendal, lulus dari Jurusan Akuntansi dengan IPK 3,96.

Ayah Fina, Misiyanto, menuturkan, ia dan istrinya sebenarnya ragu-ragu ketika Fina masuk Unnes yang diterima melalui jalur berprestasi dari sekolahnya. Misiyanto ragu mampu membiayai Fina hingga lulus.

"Sebagai pemulung, tidak punya uang lebih. Untuk mengumpulkan barang rongsok setiap hari, saya dimodali oleh juragan Rp 200.000. Lalu menyetor barang rongsokan, sisanya paling hanya Rp30.000-Rp 40.000 setiap hari," ujar Misiyanto.

Berharap hasil memulung banyak, Misiyanto dibantu Siti Suwanti memilah barang bekas. Jika hasilnya sedikit, Siti menawarkan jasa mencuci baju ke tetangga yang membutuhkan dengan upah Rp20.000-Rp25.000.

Dengan kondisi yang serba sederhana, Misiyanto, Siti Suwanti, Latifa Mulyo (23)-kakak Fina yang pegawai di kantor pemerintah, Fina, dan Risky (10)-adik Fina yang duduk di kelas V SD tinggal bersama di rumah petak berukuran 5 x 10 meter.

Di dalam rumah dengan perabot yang serba sangat sederhana dan bekas itu, suami istri ini mendidik dan memotivasi Latifa, Fina, dan Risky meraih prestasi terbaik dalam hidup.

"Saya hanya bisa memberi uang saku kepada Fina Rp10.000. Uang itu untuk ongkos naik angkot dan keperluan lainnya. Saya hanya bisa memberi sebanyak itu," katanya.

Pergulatan dan tekad hidup yang luar biasa. Suami istri ini dengan ikhtiar tinggi mendidik anak-anak mereka menjadi sosok yang berprestasi. Dalam kurun tiga tahun 10 bulan Fina bisa menyelesaikan kuliahnya. ***