JAKARTA - Mengajak anak-anak beribadah di masjid dan bergabung dengan para jamaah lain, butuh kebijaksanaan orangtua. Nah, agar kehadiran anak-anak Anda tak mengganggu kekhusyukan beribadah jamaah lainya, sebaiknya Anda memperhatikan ini.

Menurut Hana Yasmira, seorang Parental Communication Specialis, ada dua kejadian yang menyisakan memori saat Ramadhan yang lalu.

Dia memposting pendapatnya tersebut melalui akun Facebook-nya dengan harapan bisa menjadi pengingat buat banyak orang termasuk dia sendiri. Hana mengungkap dua kejadian yang dialaminya dalam moment berbeda.

Kejadian pertama terjadi di awal-awal Ramadhan. Saat shalat tarawih di masjid yang waktu itu masih cukup penuh. Seorang ibu shalat di shaf terdepan bagian pojok membawa balita laki-laki. Ketika taraweh dilakukan, bocah lelaki menggemaskan itu tertawa terbahak-bahak mengajak bermain. Maka keheningan dan kekhusyukan jamaah pun pecah.

Kejadian kedua saat shalat Idul Fitri. Di bagian dalam masjid yang penuh, seorang ibu di shaf tengah juga di posisi pojok tembok, shalat sambil menggendong bayinya.

Saat shalat dua rakaat itu, rupanya sang bayi marah karena terputus menyusunya (ASI) menangis sangat keras nyaris sepanjang waktu shalat Ied. Dia baru berhenti menangis ketika usai shalat ibunya kembali menyusui dia. Maka keheningan dan kehusyukan para jama'ah pun pecah.

Menurutnya, mengajak anak-anak beribadah di mesjid dan bergabung dengan para jamaah lain butuh kebijaksanaan orangtua. Dia mengatakan minimal orang tua harus peduli dan mau memikirkan kenyamanan para jamaah lain agar ibadah mereka tidak terganggu.

''Jangan egois dan fokus dengan diri kita sendiri saja. Ingatlah bahwa hak yang kita punya tidak boleh melanggar hak orang lain,'' tulisnya belum lama ini.

Hana mengungkapkan ketika ia membawa bayinya shalat Id beberapa tahun yang lalu, bayinya diletakkan di dalam keranjang bayi (yang bisa diangkat), tujuan agar anaknya bisa tidur dengan nyaman. Ia juga memilih posisi shalat di bagian luar masjid (di pelataran) dan mengambil shaf paling pinggir.

''Ini saya lakukan agar jika anak saya mendadak rewel, saya bisa segera keluar dari shaf tanpa merusaknya (shaf jadi nggak bolong di tengah,'' ujarnya.

Begitu juga ketika anaknya balita, ia mengajak shalat tarawih di masjid. Maka yang ia lakukan adalah mencari posisi di bagian luar masjid dan di pinggir. Agar jika anaknya bosan, dia bisa bermain tanpa harus membuat jamaah lain terganggu ibadahnya.

Selain itu, ia juga membawa bekal makanan kecil buat anak (tapi bukan snack yang banyak remah-remahnya sehingga bisa mengotori karpet mesjid), minuman (air putih, agar kalau tumpah tidak lengket di karpet) dan mainan serta peralatan pengisi waktunya.

''Semua hal itu saya lakukan dengan niat agar kehadiaran anak saya di masjid tidak mengganggu kekhusyukan jamaah lain yang tengah beribadah,'' ujarnya.

Begitu anaknya sudah bertambah besar dan bisa ke masjid dengan teman-temannya, maka dia mewanti-wanti anaknya untuk shalat di bagian luar masjid.

''Hal ini karena saya paham, dunia anak adalah dunia bermain dan bercanda. Jadi, mengharapkan mereka beribadah laiknya orang dewasa yang tenang dan hening, sama sulitnya seperti menegakkan benang basah,'' ujarnya.

Hana mengatakan, adab-adab seperti inilah yang menurutnya harus diperhatikan benar oleh para orangtua yang mengajak anak-anaknya beribadah ke tempat peribadatan umum. Menurut dia perlu mengingatkan diri setiap orang tua bahwa hak beribadah seharusnya tidak boleh menabrak hak orang lain untuk mendapatkan ibadah yang khusyuk.

''Karena itu, pastikan bukan hanya anak-anak kita nyaman, tapi orang lain pun seharusnya tidak terganggu dengan kehadiran anak-anak kita,'' katanya.***