JAKARTA - Para dealer mobil Ford di seluruh Indonesia benar-benar merintih. Soalnya, mereka diperlakukan sewenang-wenang oleh pabrikan asal Amerika Serikat yakni Ford Motor Company (FMC) dan perwakilan resminya untuk Indonesia yakni PT Ford Motor Indonesia (FMI). Persoalannya berawal dari keputusan FMC menghentikan aktivitas bisnis mereka di Indonesia yang kemudian disusul dengan menutup perwakilan resminya, PT FMI pada awal tahun 2016. Dengan kebijakan pahit itu, tentunya membuat mitra pengusaha lokal yang mengelola jaringan diler brand itu menanggung kerugian besar.

Enam grup otomotif yang membawahi 31 dari 44 dealer resmi Ford seluruh Indonesia, pada Senin di Jakarta buka suara mengenai tindakan FMC dan FMI yang mereka anggap sewenang-wenang tersebut.

Pada saat FMC secara sepihak menyatakan penghentian operasional FMI dan meninggalkan aktivitas bisnis di Indonesia, 25 Januari 2016, mitra pengusaha lokal pemilik dealer tak sedikitpun diajak berbicara kecuali sekadar menyampaikan pengumuman. Padahal pihak diler merasa sudah mengucurkan investasi ratusan miliar memenuhi permintaan FMI sebagai kesepakatan bisnis.

Presiden Direktur PT Kreasi Auto Kencana, Andee Y. Yoestong, yang membawahi 11 dealer Ford di Jakarta, Tangerang, Sumatera Utara dan Papua, mengaku pihaknya bahkan masih dikejar-kejar target pembukaan dealer baru di Puri Pesanggrahan, Jakarta Barat, setengah bulan sebelum keputusan Ford tersebut.

''Kami diharuskan relokasi dari Jalan Panjang, karena Ford meminta kami memiliki dealer di atas lahan sendiri ketimbang lahan sewa. Dan kami sudah mendapatkan IMB di lokasi Puri Pesanggrahan tersebut,'' kata Andee, yang juga mengetuai konsorsium enam grup pemilik dealer Ford tersebut.

Andee juga mengeluhkan bagaimana Ford pada awalnya mengabaikan protes keras pihak dealer bahwa penutupan tidak bisa ditunda seharipun, dari pengumuman 25 Januari 2016, bahkan menolak berbagai negosiasi dari pihak dealer baik itu permintaan pembuatan surat resmi untuk menghindari tuntutan pelangan maupun pengajuan penunjukkan distributor resmi baru.

Ironisnya, belakangan Ford mengeluarkan penundaan penutupan operasional hingga Maret 2017, sebagai buah dari kesepakatan damai atas gugatan oleh konsumen pemilik Ford Everest, David Tobing.

Selain itu diputuskan juga penunjukan pihak ketiga yang bakal menangani operasional purnajual Ford sebelum penutupan FMI total, yang hingga saat ini masih tak menemukan titik terang siapa yang akan ditunjuk.

Dampaknya, jaringan dealer yang beroperasi juga harus terus melakukan pelayanan bagi konsumen di tengah ketidakpastian nasib bisnis mereka.

''Hingga saat ini kami belum diputus kontrak, tidak ada bedanya digorok di leher lantas dibiarkan supaya mati pelan-pelan,'' kata Andee.***