JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan menargetkan dapat menarik 16.500 pekerja anak di tahun 2016 ini. Kebijakan itu dilakukan untuk mendukung Program Keluarga Harapan (PKH). Menurut Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri, agar program penarikan pekerja anak berjalan optimal dibutuhkan kerja sama berbagai pihak, seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Sosial, Kementerian Agama, pemerintah provinsi/kabupaten/kota, LSM, serikat pekerja, juga asosiasi pengusaha.

"Percepatan penarikan pekerja anak harus melibatkan semua sektor terkait. Oleh karena itu kita terus menggalang kerja sama dengan instansi pemerintah, dunia usaha dan industri, serikat pekerja, orang tua dan masyarakat umum," jelasnya dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa (14/6/2016).

Data Kemenaker, sejak 2008 sampai 2015, pemerintah telah menarik 63.663 pekerja anak dengan mengembalikan ke institusi pendidikan. Rinciannya, 2008 sebanyak 4.853 orang, 2009 tidak ada kegiatan, 2010 (3.000 orang), 2011 (3.060 orang), 2012 (10.750 orang), 2013 (11.000 orang), 2014 (15.000), dan 2015 sebanyak 16.000 orang.

Hanif mengatakan, bulan Juni ini dicanangkan sebagai bulan Kampanye Menentang Pekerja Anak. Program dengan sasaran utama anak yang bekerja dan putus sekolah yang berasal dari Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM), dan berusia 7-15 tahun. Kampanye diharapkan dapat mencegah anak-anak terutama dari pekerjaan terburuk dan berbahaya seperti perbudakan, pelacuran, pornografi, perjudian, dan keterlibatan narkoba.

"Pekerja anak yang ditarik kemudian akan menjalani program pendampingan khusus selama emmat bulan. Seusai pendampingan mereka akan kembali disekolahkan untuk belajar di bangku sekolah seperti SD, SMP, SMA, madrasah dan pesantren ataupun kelompok belajar paket A, B, dan C," jelasnya.

Kawasan-kawasan industri di seluruh Indonesia juga menjadi target prioritas program bebas pekerja anak. Seluruh perusahaan di kawasan industri dilarang keras melakukan rekrutmen dan mempekerjakan anak di semua bidang.

"Para pengusaha, orang tua dan masyarakat harus tahu dan menyadari bahwa berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak mempekerjakan anak di bawah umur adalah dilarang. Apalagi untuk dengan pekerjaan-pekerjaan terburuk dan berbahaya," demikian Hanif. ***