PEKANBARU - Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah-nya menuliskan, sebagian besar ilmuwan Muslim pada abad pertengahan berasal dari ras non-Arab atau bukan Arab.

Di semua disiplin ilmu, dari agama hingga eksakta. Seperti Turki, Persia, dan Asia Tengah, seperti Uzbekistan, Kazakhstan, dan lainnya. Belakangan ada juga yang berasal dari India. Jumlah cendekiawan Arab memang ada, imbuh Ibnu Khaldun, tetapi sedikit.

Faktor penyebabnya, menurut Ibnu Khaldun, adalah kemampuan menulis yang tidak dimiliki oleh bangsa Arab. Kemahiran itu banyak dimiliki oleh para pendatang yang notabene adalah non-Arab.

Peranan mereka bahkan membawa peradaban Islam mencapai puncak kejayaannya di bidang ilmu pengetahuan. Sebut saja beberapa nama seperti al-Farabi, Ibnu Sina, dan al-Biruni. Mereka adalah ilmuwan-ilmuwan Muslim non-Arab yang sangat masyhur pada zamannya.

Al-Farabi, ilmuwan asal Persia yang hidup antara 872–950 M, dikenal lantaran pemikiran-pemikiran politiknya yang cemerlang. Upaya al-Farabi dalam melestarikan naskah-naskah kuno Yunani asli selama Abad Pertengahan telah memengaruhi banyak filsuf terkemuka, seperti Ibnu Sina dan Maimonides.

Melalui karya-karyanya, ia tidak hanya terkenal di dunia Timur, tetapi juga di dunia Barat. Salah satu karyanya yang paling populer adalah Al-Madinatu al-Failah (Negara Utama),

Selanjutnya, Ibnu Sina yang berasal dari Bukhara (Uzbekistan sekarang—Red), juga memberi sumbangan yang amat penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Oleh kalangan Barat, ilmuwan Muslim yang lahir pada 980 itu dikenal dengan sebutan Avicenna.

Selama hidupnya, Ibnu Sina telah menelurkan ratusan karya yang berisi tentang ilmu kedokteran, sains, astronomi, kimia, psikologi, dan filsafat.

Beberapa bukunya, seperti Al-Qanun fi al-ibb (Standar Ilmu Kedokteran) dan kitab Al-Shifa (Kitab Penyembuhan) bahkan dianggap sebagai karya adiluhung ilmu kedokteran sepanjang zaman.

Sementara, al-Biruni, ilmuwan Muslim asal Khawarezm (Uzbekistan), terkenal karena kepiawaiannya di bidang antropologi, sosiologi, komparatif, kimia, fisika, geografi, astronomi, dan matematika. Salah satu karyanya yang paling fenomenal adalah kitab Tahqiq Ma li'l-Hind min Maqala Maqbula fi'l-'Aql aw Mardhula atau biasa disingkat menjadi kitab Al-Hind. Buku tersebut merupakan hasil penelitiannya terhadap kebudayaan bangsa India pada abad ke-11.

Selain tokoh di atas, di bidang filsafat ada nama al-Ghazali, Ibnu Rusyd, dan Ibnu Bajjah. Tokoh-tokoh non-Arab yang pakar di bidang fisika antara lain, Jabir bin Hayyan, Abbas bin Firnas, dan Abu Nashr al-Jauhari.

Dalam astronomi, juga dikenal Qistha bin Luqa, al-Battani, dan Abu Ma’syar al-Falaki. Sedangkan, di ilmu kedokteran ada nama Abu Bakar Muhammad bin Zakariya ar-Razi, Yuhana bin Masawih, Ibn an-Nafis, dan Tsabit bin Qurrah serta Yahya bin Ishaq.***