ZINA merupakan perbuatan keji dan merusak nasab seseorang jika dari hasil perzinaan tersebut melahirkan seorang anak. Mungkin masih banyak masyarakat yang belum tahu bahwa anak hasil zina tidak bernasab kepada ayah biologisnya, sekalipun dan ibunya tersebut menikah setelah terjadinya kehamilan.

Fakta ini mengharuskan seorang anak hasil zina bernasab kepada ibunya. Tidak bisa seorang anak hasil zina mencantumkan nama bapaknya di belakang namanya, melainkan harus menyandingkan nama ibu kandungnya. Sebagaimana Nabi Isa AS disandingkan nasabnya pada ibunya yakni Isa bin Maryam karena Beliau diciptakan Allah tanpa bapak.

"Siapa yang mengaku anak seseorang, sementara dia tahu bahwa itu bukan bapaknya maka surga haram untuknya." (HR. Bukhari no. 6385)

Selain masalah nasab, perlu juga diperhatikan mengenai hak waris. Seorang anak hasil zina tidak berhak mewarisi harta dari ayah biologisnya, kecuali jika ayahnya tersebut menuliskan wasiat yang membagikan hartanya pada anak tersebut.

"Siapa yang mengklaim anak dari hasil di luar nikah yang sah, maka dia tidak mewarisi anak biologis dan tidak mendapatkan warisan darinya." (HR. Abu Dawud, kitab Ath-Thalaq, Bab Fi Iddi’a` Walad Az-Zina no. 2266)

"Nabi SAW memberi keputusan bahwa anak dari hasil hubungan dengan budak yang tidak dia miliki, atau hasil zina dengan wanita merdeka TIDAK dinasabkan ke bapak biologisnya dan tidak mewarisinya…" (HR. Ahmad, Abu Daud, dihasankan Al-Albani serta Syuaib Al-Arnauth).

Satu hal lagi yang perlu diperhatikan adalah mengenai wali nikah, terutama jika anak hasil zina tersebut adalah perempuan, maka ayah biologisnya sekalipun tidak berhak menjadi wali nikahnya. Tidak hanya bapak biologis, bahkan juga kakek, maupun paman dari bapak biologis, tidak berhak menjadi wali. Karena mereka bukan paman maupun kakeknya secara nasab. Lalu siapakah wali nikahnya? Orang yang mungkin bisa menjadi wali nikahnya adalah wali hakim (pejabat resmi KUA).***