JAKARTA- Kabar adanya dukungan Istana kepada salah satu calon ketua umum Partai Golkar, yaitu Setya Novanto melalui Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan dinilai bisa mencederai kredibilitas Presiden Jokowi di mata rakyat.

Kabar tersebut beredar di kalangan internal partai berupa pesan singkat. Pesan itu menyebutkan Luhut tegas-tegas mendukung eks Ketua DPR itu atas nama Presiden Jokowi. "LBP tegaskan dukungan ke SN atas nama Presiden. Dia pertaruhkan jabatan untuk itu" demikian bunyi pesan singkat itu.

Pembesar Istana sudah membantah. Baik Jurubicara Kepresidenan Johan Budi, maupun Sekretaris Kabinet Pramono Anung, sudah menegaskan Presiden Jokowi akan bersikap netral terkait pelaksanaan Munaslub Golkar di Bali nanti.

Sementara itu, Luhut sendiri tak secara tegas menepis kabar tersebut. Dia justru memilih berkelit dengan menggunakan jurus 'kalau'. "Kalau saya dukung dia (Setya Novanto), itu hak saya sebagai anggota Golkar," ujarnya, Senin (9/5).

Pengamat politik dari The Political Literacy Institute Jakarta, Gun Gun Heryanto berpandangan penyebaran kabar yang disebut-sebut "Papa Minta Dukungan" itu hanya upaya tim sukses Setya untuk menarik dukungan para pemilik suara di tubuh partai beringin. Sebaliknya, dia yakin Presiden Jokowi akan bersikap netral.

Gun Gun berpendapat, kepentingan terbaik bagi Istana adalah memastikan Munaslub berjalan demokratis sehingga bisa mengakhiri perpecahan di internal Golkar. Sebab, siapa pun pemenangnya, Golkar sudah dipastikan akan berada di barisan pendukung pemerintah.

"Selain itu, tak ada jaminan Golkar di bawah kepemimpinan Setya akan lebih loyal kepada pemerintah dibanding calon lain," kata dia, Rabu (11/5).

Selain itu, menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, pencatutan nama Jokowi juga bisa membuat Presiden marah. "Presiden sama sekali tidak berpihak. Malah marah kalau dikatakan begitu," kata bekas Ketua Umum Golkar itu.

Luhut Pandjaitan memang sudah dikenal dekat dengan Setya Novanto. Dalam kasus rekaman "lobi belakang" PT Freeport Indonesia, Setya menyebut Luhut sebagai orang yang bisa "dipakai" untuk melobi Presiden demi memperpanjang kontrak gergasi pertambangan asal Amerika Serikat itu di Papua. Dalam rekaman itu yang dikenal dengan "Papa Minta Saham" itu, Setya juga mencatut nama Presiden Jokowi.

Dihubungi terpisah, pengamat politik dari Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago menambahkan, ini kali kedua Setya "mencatut" nama Jokowi. Pencatutan ini bisa merugikan nama baik Presiden. Sebab, di antara calon lain, Setya adalah calon yang menanggung beban moral paling berat.

Selain sengkarut "Papa Minta Saham", Setya disebut-sebut terlibat dalam sejumlah kasus, seperti korupsi proyek PON di Riau dan korupsi proyek pengadaan KTP elektronik. "Saya kira DPD I dan DPD II Golkar belum tentu mudah memaafkan semua beban moral itu," tukas Pangi. ***