JAKARTA - Pemerintah akhirnya merampas aset milik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazarudin senilai Rp1 triliun. Aset itu berupa properti, saham maupun barang bergerak.
''Semua aset kalau dijumlah kurang lebih Rp1 triliun,'' kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kresno Anto Wibowo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (11/5/2016).

Dia menjelaskan, keuntungan uang rampasan Nazarudin itu berasal dari perputaran uang yang telah berada di rekening bank. Dia membeberkan, sebagian besar aset yang dirampas berasal dari saham dan properti. Selain itu, pabrik milik Nazarudin pun dirampas negara.

''Itu keuntungan dari proyek maupun dari fee. Karena uangnya berubah wujud berupa layering. Uang masuk ke rekening bank, kemudian masuk ke saham. Uang tidak bisa kita pilah-pilah rekening bank sekian, rekening saham sekian,'' ujarnya.

Jaksa membacakan satu persatu beberapa aset Nazar yang disita untuk negara, sisanya dianggap dibacakan. Di antaranya aset berupa properti baik itu tanah dan bangunan atau berupa apartemen yang berlokasi di Manggarai, Pejaten Barat, Warung Buncit, Bekasi, dan kawasan Setiabudi, Jakarta.

Aset lainnya yang disita berupa uang dalam rekening atas nama orang atau instansi yang pembuatannya diduga diminta oleh Nazar dan uangnya diduga berasal dari pencucian uang hasil tindak pidana korupsi.

Terkait banyaknya aset yang disita untuk negara, Nazaruddin mengaku ikhlas. Meski begitu, ia tetap akan menyampaikan nota pembelaan (pledoi) yang akan disampaikan pada persidangan 18 Mei 2016.

''Saya ikhlas, yang penting tetap bantu KPK memberantas korupsi. Saya ikhlas seikhlas-ikhlasnya,'' ujar Nazaruddin usai persidangan.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Nazaruddin tujuh tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Ia dinilai melakukan pencucian hasil korupsi dengan membeli aset tanah, bangunan, alat transportasi, dan saham.

Hal yang memberatkan Nazaruddin karena telah melakukan perbuatan korupsi saat negara sedang memberantas korupsi, korupsi secara terstruktur dan sistematis untuk kepentingan pribadi dan kelompok. ***