JAKARTA - Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan oleh Jaksa Penuntut dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menanggapi hal itu, Nazaruddin mengaku berniat untuk membantu KPK membongkar pelaku lain. ''Saya ikhlas, yang penting niat bantu KPK ke depan untuk memberantas korupsi,'' ujar Nazaruddin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (11/5/2016).

Sejak persidangan sebelumnya, Nazaruddin telah berulang kali menyebut beberapa koleganya di DPR, yang dituduh bersama-sama melakukan korupsi dan melakukan pencucian uang.

Beberapa nama yang disebut seperti, Muhaimin Iskandar, Marwan Jafar, Sutan Batoegana dan sejumlah kepala daerah.

Menurut mantan anggota DPR tersebut, nama-nama pejabat negara yang dituduh terlibat telah tercantum dalam dokumen perusahaan-perusahaan di bawah Permai Group, yang dikendalikan langsung oleh Nazaruddin.

''Karena konsekuensi JC (justice collaborator/saksi pelaku), membantu KPK mengungkap semua,'' kata Nazaruddin.

Nazaruddin didakwa menerima gratifikasi dari PT Duta Graha Indah dan PT Nindya Karya untuk sejumlah proyek di sektor pendidikan dan kesehatan, yang jumlahnya mencapai Rp 40,37 miliar.

Saat menerima gratifikasi, Nazar masih berstatus sebagai anggota DPR RI. Nazar juga merupakan pemilik dan pengendali Anugrah Grup yang berubah nama menjadi Permai Grup.

Nazaruddin juga didakwa melakukan pencucian uang dengan membeli sejumlah saham di berbagai perusahaan yang uangnya diperoleh dari hasil korupsi.

Pembelian sejumlah saham yang dilakukan Nazaruddin dilakukan melalui perusahaan sekuritas di Bursa Efek Indonesia menggunakan perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Permai Grup, kelompok perusahaan milik Nazar.

Berdasarkan surat dakwaan, sumber penerimaan keuangan Permai Grup berasal dari fee dari pihak lain atas jasanya mengupayakan sejumlah proyek yang anggarannya dibiayai pemerintah. ***