INGGRIS - Penulis studi, Profesor Simon Chapman dari University of Sydney mengatakan, ponsel memancarkan radiasi non-pengion yang saat ini tidak dianggap merusak DNA --dan penemuannya membuat dia lebih percaya diri kalau ponsel tidak menyebabkan kanker.

“Radiasi elektromagnetik dari ponsel memang memicu kehawatiran, namun hal ini tidak terbukti. Bersama dengan rekan dalam penelitian kanker, saya memeriksa hubungan antara kejadian kanker otak di Australia dan kenaikan tak terhindarkan dari penggunaan ponsel di sini (Australia) selama tiga dekade terakhir,” katanya.

Hasil penemuan yang dipublikasikan dalam Cancer Epidemiology ini mencatat, gejala tumor otak mirip dengan gejala seperti stroke dan demensia sehingga kemungkinan diagnosis perlu lebih digali.

Selanjutnya, peneliti juga membandingkan insiden kanker otak yang sebenarnya dari waktu ke waktu dengan jumlah kasus baru. Diharapkan hipotesis mengenai ponsel menyebabkan kanker otak ini benar sebab asumsi peneliti menilai, ponsel akan menyebabkan peningkatan 50 persen kanker otak per insiden seperti perkiraan dari sebuah studi oleh Lennart Hardell dan rekan.

Hasilnya, radiasi ponsel ternyata tak seburuk radiasi nuklir yang bisa menyebabkan tumor pada kasus pemboman di Hiroshima dan Nagasaki. Karena ponsel hanya menghasilkan energi yang rendah-cukup untuk elektron memanas.

“Kami memiliki data pengguna ponsel di Australia sejak tahun 1987. Sekitar 90 persen dari populasi menggunakan ponsel hingga hari ini dan banyak dari mereka menggunakannya lebih dari 20 tahun. Dan tidak ada kejadian kanker signifikan. Tapi kita justru melihat ada kenaikan angka kejadian kanker otak dari riwayat keluarga,” pungkas Chapman.

Seperti dilansir Dailymail, Minggu (8/5/2016), penelitian mampu memeriksa 19.858 pria dan 14.222 wanita yang didiagnosis dengan kanker otak antara 1982-2012 di Australia. Namun mereka tidak menemukan hubungan antara ponsel dan kanker.

“Kami tidak menemukan peningkatan tumor selama 29 tahun terakhir, meskipun kasusnya kian banyak seiring dengan penggunaan perangkat yang semakin tinggi,” ujar peneliti.***