JAKARTA - Dugaan korupsi pada tender proyek pengadaan vaksin flu burung 2008-2010 senilai Rp770 miliar, menyebabkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Tunggul Parningotan Sihombing dan Ketua Panitia Tender Rachmat Basuki dijadikan tersangka oleh pihak kepolisian.
Keduanya merupakan PNS pada Kementerian Kesehatan. Setelah disidik, berkas keduanya dilimpahkan ke pengadilan dalam dakwaan yang terpisah. Jaksa lalu menuntut 15 tahun penjara kepada Tunggul.
Pada 11 Mei 2015, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman selama 10 tahun penjara. Putusan ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta. Baik jaksa atau Tunggul sama-sama mengajukan kasasi.
Apa kata MA? "Menolak kasasi terdakwa, menolak kasasi jaksa dengan perbaikan," demikian lansir website MA sebagaimana dikutip detikcom, Rabu (13/4/2016).
Putusan itu diketok oleh ketua majelis hakim agung Dr Artidjo Alkostar dengan anggota Prof Dr Abdul Latif dan MS Lumme. Duduk sebagai panitera pengganti dalam vonis yang dibacakan pada 21 Maret 2016 itu adalah Rudi Suparmono.
Majelis menyepakati hukuman kepada Tunggul diperberat menjadi 18 tahun penjara. Selain itu, MA juga mewajibkan Tunggul mengembalikan uang yang dikorupsinya yaitu Rp 1,5 miliar, USD 785 ribu dan EUR 20 ribu. Jika tidak mau mengganti, maka hartanya dilelang. Jika masih tidak mencukupi maka ditambah dengan hukuman 5 tahun penjara.
Bagaimana dengan Rahmat? Hukuman Rahmat diperberat Mahkamah Agung (MA) dari 7 tahun menjadi 9 tahun penjara.
Vonis 18 tahun penjara bagi terdakwa korupsi terbilang jarang dijatuhkan MA. Mereka yang dihukum di atas 18 tahun penjara di antaranya: Djoko Susilo, Luthfi Hasan Ishaq, Jaksa Urip Trigunawan dan
Akil Mochtar.***
Rabu, 13 Apr 2016 08:15 WIB
Hakim Agung Artidjo Perberat Hukuman Terdakwa Korupsi Vaksin Flu Burung Jadi 18 Tahun Penjara
Hakim Agung Artidjo Alkostar. (dtc)
Editor | : | sanbas |
Sumber | : | detik.com |