JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan seorang pengusaha bernama Abdul Khoir sebagai tersangka kasus dugaan suap pembahasan anggaran proyek pembangunan jalan di Komisi V DPR pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat beberapa waktu lalu.

Abdul Khoir selaku Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama tersebut diduga telah menyerahkan uang kepada mantan anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDIP yang bernama Damayanti Wisnu Putranti.

Meski telah mengakuinya sebagai kesalahan, Abdul Khoir berdalih, cara ini sudah lazim dilakukan pengusaha agar mendapat proyek yang dibahas di DPR.

Melalui kuasa hukumnya, Haeruddin Massaro, Abdul mengatakan, jika tidak menyuap oknum pembuat kebijakan, maka perusahaan tidak akan mendapat proyek pemerintah. Dan ini sudah menjadi sistem yang perlu dilakukan pengusaha untuk mendapatkan proyek.

"Kata klien saya 'Pak kalau kita nggak ikut sistem di sana, aturan main di sana, boro-boro dapat proyek, ditengok pun tidak'," ujar Haeruddin Massaro menirukan pernyataan kliennya, Jakarta, Rabu (27/1/2016).

Meski demikian, kata Haeruddin kliennya yang kini menghuni salah satu ruang tahanan KPK tersebut tidak menjelaskan sistem yang dimaksud. Meski tidak ada aturan tertulis, hal yang terjadi di DPR adalah semacam itu jika ingin mendapatkan sebuah proyek.

"Dia (Abdul Khoir) cuma bilang di sana (DPR) ada aturan main seperti itu," kata dia.

Haeruddin mengatakan, kliennya sudah menjelaskan kepadanya siapa saja yang ikut terlibat dalam perkara ini. Namun, dia tidak mau mendahului proses penyidikan yang berlangsung di KPK.

"Mungkin sudah disampaikan ke saya, tapi kan saya nggak mau mendahului pemeriksaan di KPK. Kita ikuti tahapan di KPK," kata Haeruddin.

Perkara suap ini terkuak ketika petugas KPK melakukan operasi tangkap tangan pada 13 Januari 2016. Selain Abdul Khoir, petugas juga mengamankan anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDIP Damayanti Wisnu Putranti, serta 2 orang dekat Damayanti yang bernama Dessy A Edwin dan Julia Prasetyarini.

Mereka ditangkap saat sedang melakukan transaksi suap. Uang yang diberikan Abdul Khoir ini diduga sebagai imbalan agar perusahaannya menjadi pelaksana proyek pembangunan jalan di Ambon, Maluku.

Atas perbuatannya tersebut, Damayanti selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau pasal 11 uu tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHAP.

Sementara Abdul Khoir selaku pemberi suap disangka Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi.***