PADANG - Gedung Kantor Gubernur Sumbar yang sedang direnovasi total pasca rusak berat dilanda gempa 2009. Namun, karena dicat dengan warna-warni dapat protes dari berbagai kalangan. Diantaranya sorotan langsung dari petinggi adat dari Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumbar, dan tokoh muda Sumbar dari Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dari dua universitas ternama di Sumatera.

Ketua BEM Universitas Andalas (Unand) Reido Deskumar meminta agar penggunaan warna untuk kantor pemerintahan tersebut dicari ta-hu kembali agar tidak menimbulkan polemik di masyarakat. Karena katanya ketika sebuah instansi memakai lambang sesuatu pasti ada makna yang tersirat.

“Kalau memang ini merujuk kepada warna dari simbol adat di Sumbar tentu harus dipergunakan dengan benar. Tapi kalau ini hanya semata hanya warna biasa saja, perlu dijelaskan kepada masyarakat,” ungkapnya dikutip dari harianhaluan.com, Sabtu (23/1/2016).

Menurut Reido, penjelasan ini sebagai tujuan agar tidak muncul gesekan di masyarakat karena perbedaan interpretasi dari pemakaian warna yang ada. “Sebetulnya ini merupakan hal yang tidak begitu penting untuk diperdebatkan, hanya saja ketika itu memakai simbol daerah tentu harus dipakai dan dipergunakan dengan benar,” katanya.

Setali tiga uang denga Reido, Ketua BEM UNP Galan Victory juga meminta agar penggunaan ornamen apapun untuk sebuah gedung pemerintahan harus jelas dan mempunyai makna tertentu. Begitu juga dengan warna kantor gubernur saat ini yang memang merujuk ke simbol yang merupakan kearifan local Minangkabau.

“Harus jelas maknanya apa. Karena lamang ini tidak bisa dipakai begitu saja, karena hanya akan menimbulkan berbagai penilaian dan persepsi di masyarakat,” katanya kepada Haluan kemarin.

Galan berharap pihak pemerintah atau kontraktor bisa menjelaskan hal ini kepada masyarakat. “Kalau memang memakai lambang adat ten¬tunya harus dipergunakan dengan benar dan sesuai dengan ketentuan yang ada,” tuturnya.

Sementara itu Ketua LKAAM Sumbar M. Sayuti Dt. Rajo Panghulu mengatakan akan menyurati pihak kontraktor atau pun dinas terkait perihal warna ini. Menurutnya ini dilakukan agar pemakaian lambang atau symbol tertentu tidak menjadi pembodohan di masyarakat.

”Kalau memang dibutuhkan kita akan segera menyurati pihak terkait agar bisa menjelaskan hal ini. Karena bagaimana pun kalau memang merujuk lambang adat atau lambing luhak itu sudah salah secara urutannya,” ujar M. Sayuti. (***)