BANDA ACEHTimang Research Center (TRC) bekerja sama dengan Dewan Kesenian Banda Aceh (DKB) dan Gemasastrin FKIP Unsyiah menggelar diskusi dan pementasan kebudayaan dalam rangka memperingati 11 Tahun Tsunami Aceh sekaligus memaknai Hari Gerakan Perempuan Indonesia, Sabtu (26/12/2015), di Museum Aceh, Banda Aceh.

Kegiatan yang didukung Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Aceh tersebut bertujuan untuk memperkuat gerakan kebudayaan dengan meretas politik yang beretika melalui pentingnya data yang berperspektif adil-setara. Juga berbagi informasi dan perkembangan aktual terkait persoalan yang membelit Aceh terkait data yang dapat dipertanggungjawabkan untuk memperkuat landasan kebijakan.

“Selain itu, di acara ini kami memperkenalkan serta meluncurkan secara resmi Lembaga Timang Research Center (TRC) sebagai lembaga riset yang menggunakan pisau analisis gender dan metodologi feminis untuk mendukung kebijakan yang berperspektif adil-setara,” ujar Zubaidah Djohar, Penyair dan Pendiri Timang Research Center, Sabtu (26/12), di Banda Aceh.

Acara yang dikemas santai, interaktif  dan bertajuk “Tafakkur Gelombang Raya; Mata Perempuan Menyibak Damai” seperti diskusi Indonesia Lawyers Club (ILC) di salah satu stasiun televisi nasional itu, menghadirkan sejumlah narasumber.

Mereka adalah Syarifah Rahmatillah (Materi: “Perempuan dan Politik Kontemporer), Muslahuddin Daud (“Aspek Pelayanan Publik dan Sumberdaya Alam”), Zubaidah Djohar  (“Penelitian tentang Perempuan dan Politik”), Saifuddin Bantasyam (“Aspek Hukum dan Keadilan Sosial”), Eka Srimulyani (“Etnografi Kemiskinan”), Reza Idria (“Sudut Pandang Sejarah dan Syariat Islam), Sri Wahyuni (Sharing Pengalaman dalam Pemilu 2009 dan 2014”), Wiratmadinata (“Aspek Kebudayaan”), Norma Manalu (“Aspek Perempuan dan Sumberdaya Alam”), dan Taqwaddin Husin (“Aspek Perdamaian dan Hukum Adat”). Acara dipandu moderator Fuad Mardhatilllah.

Di samping diskusi, juga disemarakkan dengan Pembacaan Puisi dan Musikalisasi Puisi bertema perdamaian yang dibawakan Herman RN, Nazar Syah Alam, GEmaSastrin FKIP Unsyiah, dan Teater Rongsokan.

Menatap Aceh Masa Depan

Menurut Zubaidah Johar, genap sebelas tahun Aceh bangkit setelah dihadang musibah gempa dan tsunami. Kini, pembangunan Aceh tumbuh pesat. Jalan terbentang gagah, gedung-gedung mulai berdiri megah, rumah-rumah penduduk yang ikut hancur akibat tsunami satu persatu terganti indah.

Bila dilihat sekilas lalu, tambah Zubaidah, Aceh seperti tak pernah tersapu gelombang raya, lumpuh oleh kejahatan perang dan bersimbah luka-derai air mata. Aceh pelan tertata oleh dukungan banyak pihak, simpati dan kemanusiaan semua mata dunia. Perdamaian pun diikrarkan setelah konflik panjang. Dan, Nanggroe Aceh menemukan momentumnya.

“Namun, dalam  rentang perjalanan damai, kita masih menemukan fakta tentang tingginya angka kekurangan gizi pada anak-anak, perempuan yang mengalami tingkat kesehatan yang buruk, paling rentan mengalami kekerasan, tertinggi mengalami kematian melahirkan, dan kelompok yang paling miskin,” paparnya dalam siaran pers yang diterima GoSumbar.

Dia berharap, lewat diskusi yang digagas Timang Research Center (TRC) itu melahirkan gagasan-gagasan bernas untuk menatap masa depan Aceh ke arah yang lebih baik dan bermartabat. (***)