MALANG- Pertumbuhan tubuh Yafi Wijayanto (16) sejak lima tahun lalu begitu drastis, tepatnya setelah khitan jelang naik kelas VI Sekolah Dasar (SD). Saat menginjak Kelas 1 Sekolah Menengah Pertama (SMP), tubuhnya semakin bertambah tinggi dan membesar, melebihi rekan-rekan sebayanya.

Saat beranjak ke kelas 2, tinggi tubuhnya sudah mencapai 1,98 meter. Namun di samping itu, Yafi merasakan sakit luar biasa. Kepalanya kerap pusing ditambah daya penglihatan matanya semakin kabur.

Karena tidak kuat menahan sakit, saat pusing datang, Yafi kerap membenturkan kepalanya ke tembok. Dia mengaku tidak kuat menahan rasa sakit dialami.

"Dulu kalau sudah kepala pusing, kepalanya dibentur-benturkan tembok. Matanya kabur sehingga sekolahnya terganggu," kata Rahmad, ayah Yafi, saat ditemui di rumahnya di Dusun Bengkaras RT 14/RW 05, Desa Madiredo, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, Selasa (16/12).

Pertumbuhan Yafi yang drastis itu akibat kondisi disebut gigantisme. Yaitu hormon pertumbuhan yang berlebihan. Yafi butuh pengobatan khusus yang tidak murah, bahkan tidak bisa dilakukan di Indonesia.

Kini usia Yafi menginjak 16 tahun, dengan tinggi tubuh mencapai 2,10 meter. Yafi telah menjalani pengobatan sejak 2013, diawali melalui Puskesmas Pujon, sebelum kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA).

Yafi pun terpaksa berhenti sekolah akibat kesibukan berobat. Selama sekitar lima bulan di bawah pengawasan dokter Hariyoedi dari RSSA, dan 2,5 bulan menjalani rawat inap. Dokter melakukan pengambilan jaringan lewat hidung yang membuat pusingnya hilang.

RSSA kemudian merekomendasikan Yafi ke Yayasan Children First Australia buat dirawat di Melbourne, Australia. Selama setahun, Rafi menjalani pengobatan di Australia dengan pembiayaan lembaga itu.

"Sekarang sudah tidak pusing, tidak kabur lagi. Dua kali operasi pengambilan hormon dan dua kali operasi di Australia," kata Yafi.

Michele Lyons, perwakilan Yayasan Children First Australia mengatakan, kasus Yafi baru pertama ditangani. Selama ini, yayasannya menangani berbagai penyakit yang diidap anak-anak dari berbagai negara.

"Tumor berkurang, tetapi belum sepenuhnya mati karena butuh bertahun-tahun. Yafi masih bisa tumbuh dengan normal sampai sekitar 21 tahun. Selama ini yang dilakukan terapi radioaktif," kata Michele Lyons, yang sepekan berada di Indonesia mendampingi Yafi.***